Senin, 16 Januari 2017

Cara jitu menghilangkan v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\ pada blogspot

Selamat siang sobat Veman,
Kali ini saya akan berbagi pengetahuan tentang blogspot,  sejak pertama saya post infomasi di blog saya pernah mengalami hal seperti ini pada tampilan post saya

Normal 0 false false false EN-US X-NONE AR-SA ...
Normal 0 false false false EN-US X-NONE AR-SA ...
v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\:* {behavior:url(#default#VML);} w\:* {behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);} Normal 0 false false false false EN-US X-NONE AR-SA ...


Ternyata cara mengatasi masalah di atas adalah simple sekali yaitu :

1. jangan Copy-Paste tulisan dari word mnggunakan ctrl+A ,
2. kalau mau Copy-Paste pindahkan dlu tulisan ke note, kemudian Copy-Paste ke blog anda.cara

Semoga dapat bermanfaat sobat...

Makalah Botani Umum tentang "Tumbuhan Pepaya"

MAKALAH BOTANI UMUM

TUMBUHAN PEPAYA ( Carica papaya L. )




Oleh :
Loveman Larosa
150420014









PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Kata Pengantar

    Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena atas berkat dan kasih karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Botani Umum yang berjudul “Tumbuhan Pepaya (Carica papaya L)”.
    Adapun makalah Botani Umum tentang “Tumbuhan Pepaya (Carica papaya L)” ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, saya juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan makalah saya ini.
    Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Medan, 18 Desember 2016


Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Tumbuhan pepaya (Carica pepaya L.) adalah salah satu tanaman yang habitat aslinya hutan tropis, uniknya tanaman ini dapat tumbuh subur dengan baik di daerah tropis ataupun sub-tropis, di daerah basah hingga kering, ataupun dataran rendah maupun pegunungan. Untuk wilayah indonesia sendiri, tanaman ini menyebar hampir di seluruh wilayah indonesia. Pepaya merupakan salah satu buah introduksi yang telah lama dikenal berkembang luas di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, pepaya sangat dikenal semua lapisan masyarakat. Buah pepaya telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Buah matangnya sangat digemari sebagai buah meja dan sering dihidangkan sebagai pencuci mulut karena cita rasanya yang enak, kandungan nutrisi dan vitaminnya yang relatif tinggi, serta manfaatnya dalam melancarkan pencernaan.
Pepaya adalah jenis tanaman herba (tanaman dengan batang berongga, tidak berkayu atau sedikit mengandung kayu). Tumbuhan pepaya memiliki beberapa jenis berdasarkan buah dan bunga.  Batang pepaya biasanya tidak bercabang dan tingginya dapat mencapai sepuluh meter. Daunnya merupakan daun tunggal dan berukuran besar, tangkai daun berukuran panjang dan berongga. Bunganya terdiri dari tiga jenis yaitu: bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna. Bentuk buah beragam dari yang bentuknya bulat sampai lonjong. Selain morfologinya pada tumbuhan pepaya juga terdapat anatomi yang terdiri dari fungsi struktur dan jaringan serta bagian-bagiannya. Dengan demikian, kita perlu mempelajari lebih banyak sejarah, klasifikasi, morfologi dan anatomi tumbuhan pepaya.

1.2     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah dan klasifikasi tumbuhan pepaya?
2.      Bagaimana morfologi dan anatomi dari akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji   tumbuhan pepaya?
1.3    Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan klasifikasi tumbuhan pepaya?
2.      Untuk mengetahui bagaimana morfologi dan anatomi dari akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji tumbuhan pepaya?



























BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Sejarah dan Klasifikasi Tumbuhan Pepaya
1.      Sejarah
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Mexsiko dan Costa Rica. Tanaman ini disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia oleh para pedagang Spanyol. Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica papaya) baru dikenal secara umum sekitar tahun 1930-an, khususnya di kawasan pulau Jawa. Tanaman buah menahun ini tumbuh pada tanah lembab yang subur dan tidak tergenang air, dapat ditemukan di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di bawah permukaan laut.
Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun subtropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi yang tinggi.
Nama pepaya  di berbagai daerah di Indonesia:
Nama Daerah : Pente (Aceh), Pertek (Gayo), Pastela (Batak), Embetik (Karo), Botik (Batak Toba), Bala (Nias), Sikailo (Mentawai), Kates (Palembang), Kalikih (Minangkabau), Gedang (Lampung), Gedang (Sunda), Kates (Jawa Tengah), Kates (Madura), Gedang (Bali), Kustela (Banjar), Bua medung (Dayak Busang), Buah dong (Dayak Kenya), Kates (Sasak), Kampaya (Bima), Kala jawa (Sumbawa), Padu (Flores), Pepaya (Gurontalo), Pepaya (Buol), Kaliki (Baree), Pepaya (Manado), Unti jawa (Makasar), Kaliki riaure (Bugis), Papai (Buru), Pepaya (Halmahera), Papae (Ambon), Palaki (Seram), Kapaya (Tidore), Tapaya (Ternate), Ihwarwerah (Sarmi), Siberiani (Windesi).

2.      Klasifikasi
Klasifikasi tumbuhan pepaya (Carica papaya L.)
Kingdom       : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom  : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi  : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi            : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas             : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas      : Dilleniidae
Ordo              : Caricales
Famili            : Caricaceae
Genus            : Carica
Spesies          : Carica papaya L.       

2.2    Morfologi Tumbuhan Pepaya
Morfologi dari tumbuhan papaya (Carica papaya),yaitu:
    1. Akar  (radix)
Akar adalah bagian pokok yang nomor tiga (disamping batang dan daun) bagi tumbuhan yang tubuhnya telah merupakan komus. Akar pepaya merupakan akar tunggang (radix primaria), karena memiliki akar lembaga tumbuh terus menerus yang menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akar lembaga. Suatu tumbuhan tak akan mempunyai akar tunggang jika tidak ditanam dari biji.
Akar tunggang pada pepaya berbentuk kerucut panjang, tumbuh lurus kebawah, bercabang banyak, dan cabang-cabangnya bercabang lagi sehingga dapat member kekuatan yang lebih besar kepada batang dan juga daerah perakaran menjadi amat luas, hingga dapat diserap air dan zat- zat makanan lebih banyak.

    2. Batang (caulis)
Tumbuhan pepaya merupakan tumbuhan diatas kotiledon, Tumbuh pada titik tumbuh, yakni pada meristem apeks (pucuk), berada di atas permukaan tanah serta dapat termodifikasi dan tumbuh dibawah permukaan tanah.
Batang merupakan jembatan antara akar dan daun untuk mengantarkan sari-sari makanan dalam proses fotosintesis. Batang pepaya termasuk dalam batang tumbuhan dikotil karena memiliki kambium, batangnya terdapat bekas tangkai daun yang telah kering dan gugur.  Pohon pepaya umumnya tidak bercabang, pepaya juga bisa tumbuh hingga setinggi 5-10 m. Batang pepaya merupakan batang berkayu (lignosus) karena batangnya tumbuh tegak lurus dan kuat (softwood) dan termasuk tipe model batang yang monopodial karena batang pokok selalu tampak jelas dan memiliki satu sumbu batang. Bentuknya panjang bulat seperti silinder. Batangnya memperlihatkan bekas-bekas daun. Arah tumbuh batang tegak lurus ke atas.

   3. Daun (folium)
a.       Susunan daunnya terdiri atas tangkai dan helaian saja, sehingga disebut daun bertangkai.
b.      Tangkai daun bulat silindris, berongga, panjang 25-100 cm,
c.          Bentuk atau bangun daun bulat, karena jika ujung-ujung tepi daun dihubungkan satu sama lain dengan suatu garis akan didapati bangun yang berbentuk bulat atau setidaknya hampir bulat.
d.      Ujung daun runcing (acutus), karena kedua tepi daun di kanan kiri ibu tulang daun sedikit demi sedikit menuju keatas dan membentuk sudut lancip.
e.       Pangkal daun berbentuk jantung(cordatus)
f.          Susunan daun bertulang menjari, karena dari ujung tangkai daun keluar beberapa tulang yang memencar, memperlihatkan susunan seperti jari tangan, yang ditengah paling besar sedang ke samping semakin pendek.
g.      Tepi daun bercangap menjari (palmatifidus).
h.      Daging daun seperti perkamen (perkamenteus),
i.          Pepaya (Carica pepaya L.) adalah tumbuhan anggota Dicotyledoneae dengan tipe daun dorsiventral, yakni jaringan tiang (palisade) hanya terdapat pada sisi atas daun. Daun dorsiventral biasanya tumbuh secara horizontal, sehingga terdapat perbedaan warna antara permukaan atas dan bawah daun, karena intensitas cahaya matahari yang diterima berbeda. Warna permukaan daun bagian atas hijau tua, sedangkan bagian bawahnya hijau muda atau hijau keputih-putihan.
j.        Permukaan daun licin (laevis) sedikit mengkilat (nitidus)
k.      Letak helaian daun tersebar (folia sparsa), kadang-kadang terletak berhadapan, pada tiap tiga lingkaran batang terdapat 8 daun.

    4.  Bunga ( flos)
Tanaman pepaya memiliki tiga macam bunga
a.       Bunga betina (pistilate), Ciri-cirinya:
1)      Daun bunga terdiri atas lima helai dan letaknya terlepas satu sama lain
2)      Tidak mempunyai benang sari
3)      Bakal buah berbentuk bulat atau bulat telur dan tepinya rata
4)      Bunga betina dapat menjadi buah bila diserbuki tepung sari bunga jantan dari tanaman lain.
5)      Buah yang dihasilkan dari bunga betina bentuknya bulat atau bulat telur dengan tepi yang rata.
b.      Bunga sempurna (hermaphrodite)
Ciri-ciri umum bunga pepaya sempurna adalah memiliki putik, bakal buah, dan benang sari dalam satu kuntum bunga, kecuali pada bunga sempurna rudimenter tidak terdapat bakal buah dan putik. Dikenal ada empat macam bunga pepaya sempurna,yaitu:
1)      Bunga sempurna elongate, cirri cirinya
Ø  Daun bunga lima helai, di bagian bawah saling melekat membentuk tabung dan melekat sepanjang ¾ dari bakal buah, bagian ujungnya terlepas.
Ø  Bentuk bunga sempurna elongate mirip dengan bunga jantan, tetapi ukurannya relative lebih besar dan panjang.
Ø  Bakal buah berbentuk panjang lonjong, mempunyai lima sampai sepuluh helai daun buah, namun ada pula yang kurang dari lima helai.
Ø  Benang sari memiliki sepuluh helai yang terdapat pada ujung tabung sebelah dalam. Letak benang sari ini 5 helai bertangkai panjang melekat diantara dua bunga dan lima helai bertangkai pendek yang melekat pada bagian tengah dari daun bunga.
Ø  Bunga sempurna elongate menghasilkan buah yang bentuknya “panjang lonjong”.
2)      Bunga sempurna petandria, ciri-cirinya:
Ø  Daun bunga berjumlah lima helai,yang letaknya sebagian besar di bagian ujung, terlepas satu sama lain. Sedangkan dibagian bawahnya bersatu dan melekat pada bakal buah.
Ø  Bentuk bakal buah bulat tepinya beralur lima dan mempunyai 5 helai daun buah.
Ø  Benang sarinya 5 helai, bertangkai pendek, letaknya diantara daun bunga dan bakal buah,sedangkan tangkai sarinya melekat pada bakal buah ataupun pada tempat daun bunga menjadi satu.
Ø  Bunga ini muncul pada musim kemarau atau bila ada waktu kering lebih dari 10 hari di musim penghujan.
Ø  Bunga sempurna petandria menghasilkan buah yang bulat atau bulat telur yang tepinya
3)      Bunga sempurna antara, ciri-cirinya
Ø  Daun bunga berjumlah lima helai,letak daun bunga ada yang terlepai sampai dasarnya dan ada pula yang melekat  ¾ dari bakal buah.
Ø  Benang sarinya terdiri atas 2-10 helai yang tata letaknya bermacam-macam
Ø  Bakal buah berbentuk mengkerut dan mempunyai 5-10 helai daun bunga yang saling melekat satu sama lain.
Ø  Bunga sempurna antara menghasilkan buah yang bentuknya mengkerut.
4)      Bunga sempurna rudimenter, cirri-cirinya
Ø  Bentuknya mirip bunga elongate, namun tidak memiliki bakal buah.
Ø  Bunga ini muncul dimusim kemarau.
Ø  Bunga sempurna rudimenter tidak menghasilkan buah.
c.       Bunga Jantan (Staminate)
Bunga jantan biasanya tersusun dalam rangkaian bunga bertangkai panjang. Ciri-cirinya adalah :
Ø  Daun bunga berjumlah 5 helai, letaknya saling melekat pada bagian bawah, sehingga membentuk tabung, sedangkan bagian atasnya saling terlepas. Seolah-olah mirip bentuk “corong”.
Ø  Benang sarinya terdapat 10 helai
Ø Tidak dapat menghasilkan buah, karena tidak mempunyai bakal buah maupun putik.
Ø  Pada ujung rangkaian bunga biasanya terdapat beberapa bunga sempurna yang bentuk bakal buahnya bulat telur. Bunga sempurna ini dapat menjadi buah yang bentuknya bulat telur dan kecil-kecil atau disebut buah pepaya “gantung” (gandul).
Berdasarkan struktur bunga dan buah pepaya yang beragam tadi, maka dikenal tiga macam pohon pepaya, yaitu:
1.         Pohon pepaya betina, yaitu pohon pepaya yang berbunga dan berbuah betina.
2.         Pohon pepaya sempurna, yaitu pohon pepaya yang memiliki empat macam bunga sempurna (elongate, petandria, antara,dan rudimenter). Buah pepaya elongata biasanya muncul di musim hujan, sedangkan buah pepaya petandria umumnya pada musim kemarau. Buah pepaya antara yang bentuknya mirip buah “pisang” biasanya muncul pada musim kemarau yang panjang atau antara musim hujan ke musim kemarau, sedangkan bunga rudimenter yang mirip bunga jantan tidak menghasikan buah.
3.         Pohon pepaya jantan, yaitu pohon pepaya yang berbunga jantan dan bertangkai panjang, namun diujung rangkaian bunga terdapat beberapa bunga sempurna yang dapat menghasilkan buah pepaya gandul (gantung).

5. Buah (fructus)
Pepaya termasuk dalam golongan buah sungguh (buah sejati) tunggal. Buah sejati tunggal yaitu buah sejati yang terdiri dari bunga dengan satu bakal buah saja. Buah ini dapat berisi satu biji atau lebih, dapat pula tersusun darisatu atau banyak daun buah dengan satu atau banyak naungan.
Dalam buah pepaya terjadi dari beberapa daun buah dengan satu ruang dan banyak biji. Buah mentah berwarna hijau gelap dan bila matang berubah warna menjadi kuning kemerahan. Bentuk buah bulat hingga lonjong, dengan bagian ujung umumnya runcing. Rongga dalam pada buah pepaya berbentuk bintang bila dipotong secara melintang
Pepaya juga termasuk buah buni (bacca). Yang disebut dengan buah buni adalah buah yang dagingnya mempunyai dua lapisan, ialah lapisan luar yang tipis agak menjangat atau kaku seperti kulit (belulang) dan lapisan dalamyang tebal, lunak dan berair, sering kali dapat dimakan. Biji-biji terdapatbebas dalam bagian yang lunak itu. Buah buni dapat terjadi dari satu atau beberapa ruang. Pepaya termasuk buah buni yang berdiding tebal dan dapat  dimakan. Buah pepaya juga bentuknya bulat sampai lonjong. Bentuk buah bulat hingga memanjang, ujung biasanya meruncing. Warna kulit buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak hijau muda hingga kuning.Bentuk buah membulat bila berasal dari tanaman betina. Bentuk buah memanjang (oval) bila dihasilkan dari tanaman hemafrodit.

Berdasarkan struktur bunga dan buahnya, pepaya dapat dikelompokkan menjadi 2  jenis :
1.      Pepaya Jantan
Pepaya jantan memiliki bunga jantan yang bertangkai panjang dan bercabang-cabang. Namun, pada ujung rangkaian bunga terdapat beberapa bunga sempurna yang dapat menghasilkan buah pepaya gandul atau gantung.
2.      Pepaya Sempurna
Pepaya sempurna dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Contohnya adalah pepaya jingga yang memiliki bentuk-bentuk buah sebagai berikut:
Ø  Pada musim hujan, buahnya berbentuk lonjong.
Ø  Pada musim kemarau, buahnya berbentuk bulat.
Ø  Diantara musim hujan dan kemarau, buahnya berbentuk buah pisang.
Ø  Pepaya sempurna yang berbuah musiman.
Contohnya adalah pepaya semangka yang berbuah pada musim hujan, tetapi pada musim kemarau, bunganya tidak dapat berubah menjadi buah.

6. Biji (semen)
Biji yaitu penyerbukan yang diikuti dengan pembuahan, bakal buah tumbuh menjadi buah, dan bakal biji tumbuh menjadi biji. Melihat asal jaringan yang menjadi tempat penimbunan zat makanan cadangan biji pepaya termasuk putih lembaga dalam (endospermium). Maksud dari putih lembaga dalam yaitu jika jaringan penimbun makanan itu terdiri atas sel-sel yang berasal dari onti kandunglembaga sekunder yang kemudian setelah dibuahi oleh salah satu inti sperma lalu membelah-belah menjadi jaringan penimbun makanan ini. Melihat asalnya putih lembaga dalam ini, maka biji ini adalah biji tertutup (angiospermae), dan termasuk ke dalam biji dikotil. Biji berwarna hitam atau kehitaman.

2.3.     Fisiolofi dan Anatomi Tumbuhan Pepaya
1.      Anatomi Akar Pepaya
Dari lapisan luar ke dalam, anatomi akar  tumbuhan pepaya tersusun dari jaringan-jaringan sebagai berikut:
a)     Epidermis, terdiri dari sel selapis, tipis, rapat, dan mudah dilalui air. Memiliki rambut-ranbut akar yang merupakan hasil aktifitas sel dari belakang ttik tumbuh. rambut akar ini berfungsi memperluas bidang penyerapan.
b)     Korteks, terdiri dari banyak sel dan tersusun berlapis-lapis, dinding selnya tipis dan mempunyai banyak ruang antarsel untuk pertukaran gas. jaringan-jaringan yang terdapat pada korteks antara lain: parenkim (terdiri dari sel selapis, tipis, rapat, dan mudah dilalui air), kolenkim, dan sklerenkim.
c)     Endodermis,  terletak di sebelah dalam korteks. Endodermis berupa 1 lapis sel yang tersusun rapat tanpa ruang antar sel. dinding selnya mengalami penebalan gabus. deretan sel-sel endodermis dengan penebalan gabusnya dinamakan pita kaspari. penebalan gabus ini tidak dapat ditembus air sehingga air harus masuk ke silinder pusat melalui sel endodermis yang dindingnya tidak menebal, disebut sel penerus air. Endodermis merupakan pemisah yang jelas antara korteks dan stele.
d)     Pembuluh tapis (floem) : deretan sel yang dindingnya searah dengan poros akar – batang dan berlubang – lubang halus sehingga membentuk pembuluh. Fungsinya untuk mengangkut zat makanan dari akar keseluruh tubuh tumbuhan.
e)    Pembuluh kayu (xylem) : deretan sel yang dindingnya searah dengan poros akar – batang dan menyatu. Fungsinya untuk menyalurkan air yang mengandung mineral dari akar ke daun dan bagian lain tubuh. Xylem dan Floem besama-sama berada di silinder pusat atau disebut Stele, yang terletak di sebelah dalam endodermis
f)     Kambium : lapisan sel hidup pada tumbuhan dikotil yang aktif membelah, berfungsi untuk memperbesar batang, terletak di sebelah dalam endodermis
2.      Anatomi Batang Pepaya
Batang pepaya tersusun dari tiga sistem jaringan :
a)      Dermal, yaitu jaringan kulit yang terdiri dari epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat (stele) 
b)     Jaringan pembuluh, yaitu berupa silinder yang membatasi parenkim empulur di bagian tengah dan korteks dibagian luar. jaringan pembuluh terbagi menjadi berkas ikatan pembuluh (fasikel) yang saling berdekatan atau terpisah satu sama lain oleh parenkim (parenkim interfasikular).
c)      Jaringan penyokong, yaitu jaringan yang berfungsi untuk menujang agar tanaman dapat berdiri kokoh dan kuat.

3.      Anatomi Daun Pepaya
Carica papaya L. merupakan tumbuhan dikotil yang struktur daunnya tersusun atas jaringan epidermis, jaringan parenkim, dan jaringan pengangkut.
a)      Jaringan pelindung (epidermis dan derivatnya)
Anatomi daun pepaya tersusun atas satu lapis sel epidermis yang tidak mengandung kloroplas. Epidermis menutup secara kontinu kedua permukaan daun dan karena itu dibedakan menjadi epidermis atas dan epidermis bawah. Epidermis tertutup oleh kutikula, lapisan atau film seperti pernis, yang mengahambat perpindahan air dan gas dari dan ke dalam daun.
b)      Jaringan dasar (mesofil daun)
Pada mesofil berdiferensiasi menjadi jaringan palisade dan jaringan bunga karang. Pada bagian ini proses fontosintesis terjadi dalam sel-sel mesofil. Jaringan mesofil, dengan perkecualian berkas pembuluh, meliputi semua sel antara epidermis dan bawah. Mesofil terbagi dalam dua bagian. Sel-sel yang ada di belahan atas daun memanjang tegak lurus terhadap permukaan daun dan membentuk satu sampai tiga lapisan sel yang rapat .sel-sel ini menyusun parenkima polisade, disebut demikian karena mirip dengan palisade, atau sebaris tonggak (tiang yang membentuk dinding).
c)      Berkas pembuluh epidermis
Berkas pengangkut pada daun membentuk bangunan kompleks yang disebut tulang daun. Daun pepaya memiliki satu ibu tulang daun dan cabang-cabangnya membentuk jala. Fungsinya adalah menyalurkan hasil fotosintesis dan metabolisme ke bagian tubuh daun lainnya. Dalam berkas pengangkut, posisi xylem selalu berada di atas floem (xylem di sebelah dalam, dan floem di luar).

4.      Anatomi Buah Pepaya
Termasuk buah sejati tunggal yang berdaging (buah buni atau bacca). Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga merah, tergantung varietasnya. Bagian tengah buah berongga. Peduncle (tangkai bunga) menjadi lebih besar, dan tebal.
Buah  pepaya tersusun atas tiga bagian
1.      Kulit buah (eksokarp)
       Kulit buah pada pada tumbuhan papaya bersifat keras.
2.      Daging buah (mesokarp)
Daging buah merupakan lapisan tengah di bawah eksokarp dan berdaging tebal.
3.      Lapisan dalam buah (endokarp)
    Endocarp merupakan lapisan paling dalam yang mengelilingi biji.

5.      Anatomi Biji Pepaya
Biji merupakan perkembangbiakan utama, terdiri atas beberapa bagian :
a.  Kulit biji merupakan bagian terluar biji. Terdiri atas kulit luar (sarkotesta), kulit tengah (sklerotesta), dan kulit dalam (endotesta). Biji terbungkus semacam lapisan berlendir (pulp) yang berfungsi agar biji tidak kering.
b.  Tali pusar atau tangkai biji.
c.   Inti biji atau isi biji







BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tumbuhan pepaya berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat. Tanaman ini disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia oleh para pedagang Spanyol. Di Indonesia tepatnya di pulau Jawa tanaman papaya dikenal secara umum sekitar tahun 1930-an. Disetiap daerah pepaya memiliki nama yang berbeda. Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae. Akar pepaya merupakan akar tunggang (radix primaria). Anatomi akar  tumbuhan pepaya tersusun dari jaringan-jaringan epidermis, korteks, endodermis, pembuluh xilem dan floem serta kambium. Batang pepaya merupakan batang berkayu (lignosus), bentuknya panjang bulat seperti silinder, batangnya memperlihatkan bekas-bekas daun dan arah tumbuh batang tegak lurus ke atas. Batang tersusun atas tiga jaringan dermal, jaringan pembuluh, dan jaringan penyokong. Susunan daunnya terdiri atas tangkai dan helaian saja yang memiliki bentuk dan struktur. Daunnya tersusun atas jaringan epidermis, jaringan parenkim, dan jaringan pengangkut. Tanaman pepaya memiliki tiga macam bunga yaitu bungan betinta, bunga sempurna dan bunga jantan yang memiliki ciri-cirinya masing-masing. Buahnya termasuk dalam golongan buah sungguh (buah sejati) tunggal dan termasuk buah buni. Buah pepaya terdiri atas tiga bagian yaitu eksokarp, mesokarp, dan endokarp. Bijinya merupakan biji tertutup (Angiospermae) dan termasuk biji dikotil. Tumbuhan pepaya memiliki berbagai senyawa-senyawa pada setiap bagian-bagiannya yang berrmanfaat bagi kesehatan dan berbagai kegiatan industri.








DAFTAR PUSTAKA.

A, Y, Suroso. 1992. Mengerti Morfologi Tumbuhan. Taristo : Bandung.
Lakitan,Benyamin. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Pers : Jakarta.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2011. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University  Press: Jakarta.

Makalah Batuan Sumber Bahan Induk Tanah

MAKALAH DASAR ILMU TANAH


BATUAN SUMBER BAHAN INDUK TANAH









Oleh :

Loveman Larosa

 150420014










PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016





Kata Pengantar

            Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena atas berkat dan kasih karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Dasar Ilmu Tanah yang berjudul “Batuan Sumber Bahan Induk Tanah”.

            Adapun makalah Dasar Ilmu Tanah tentang “Batuan Sumber Bahan Induk Tanah” ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah kami ini.

            Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.


Medan, 5 Desember 2016



Penulis






BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

            Pemahaman bahan yang disebut batuan dapat disimak melalui konsep kerak bumi. Kerak bumi merupakan suatu lapisan terluar tubuh bumi, terdiri dari atmosfir, hidrosfir dan litosfir. Sedangkan bagian terdalam tubuh bumi disebut barisfir, terdiri atas bahan berkerapatan jenis tinggi, berwujud kantung logam padat, diselimuti lapisan konsentris bahan kurang rapat.

            Komposisi litosfir dari suatu tempat ke tempat lain akan beragam, tergantung kepada faktor temperatur dan tekanan yang merajai di tempat itu. Faktor-faktor ini digunakan sebagai landasan menjadi tiga lingkungan termodenamik, yaitu : 1) mintakat magmatik > 5.000 atmosfir dan temperatur ± 1.0000 C, 2) mintakat metamorfisma, terletak di atas mintakat magmatik, bertekanan ribuan atmosfir dan bertempertatur sekitar 3740 C, dan 3) mintakat lapukan, terletak di atas mintakat metamorfisma, mempunyai tekanan beragam dari setara tekanan atmosfir sampai setara tekanan dasar laut dan mempunyai temperatur mendekati temperatur permukaan bumi.

            Jika dikaitkan dengan pembentukan batuan, maka perhatian dipusatkan pada mintakat lapukan, yang merupakan bagian terluar litosfir. Melalui berbagai proses geologis, bahan – bahan batuan dari jeluk 10-12 mil di bawah permukaan bumi akan terangkat ke permukaan bumi, dan dengan waktu akan menjadi bagian mintakat lapukan.

            Jadi berdasar konsep diatas, bahan-bahan penyusun batuan berasal dari pusat tubuh bumi, yang setelah melalui serangkaian proses akan terubah menjadi batuan. Batuan merupakan suatu massa padat, tersusun atas satu atau lebih pelikan (Poerwowidodo, 1991)



1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa defenisi dari batuan sumber bahan induk tanah ?

2.      Apa saja klasifikasi dari batuan ?


1.3  Tujuan Penulisan

1.      Agar mahasiswa mampu memahami defenisi dari batuan sumber bahan induk tanah.

2.      Agar mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dari batuan.

3.      Sebagai pelengkap tugas mata kuliah Dasar Ilmu Tanah.

















BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Batuan Sumber Bahan Induk Tanah

            Tubuh tanah yang ditemui saat ini berasal dari suatu bahan induk tanah setelah bahan itu melalui serangkaian proses pembentukan tanah. Hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut :

Bahan Induk Tanah                                                                Tubuh Tanah

                                                proses-proses pembentukan tanah


            Contoh perbedaan konsep bahan induk tanah dapat diperoleh dengan membandingkan konsep pedolog Jenny (1941 dalam Poerwowidodo 1991) dan Joffe (1949 dalam Poerwowidodo 1991 ).

            Jenny (1941 dalam Poerwowidodo 1991) menyatakan bahwa bahan induk tanah adalah semua bahan alami, tanpa melihat asal-usul, wujud, ukuran dan watak bahan, yang ditemui di suatu tempat pada saat awal proses pembentukan tubuh tanah dimulai. Ini berarti bahwa bahan induk tanah dapat berupa batuan dan bahan batuan-batuan.

            Joffe (1949 dalam Poerwowidodo 1991) menyatakan bahwa bahan induk tanah merupakan suatu bahan berasal dari batuan, yang terbentuk setelah melalui serangkaian pelapukan fisis-kimiawi.

            Jika dihubungkan dengan jenis-jenis tanah yang dikenal saat ini, maka konsep bahan induk dari Jenny (1941 dalam Poerwowidodo 1991) lebih bersifat umum, sedangkan Joffe (1949 dalam Poerwowidodo 1991) lebih menekankan kepentingan batuan sebagai bahan induk tanah-tanah pelikan saja. Namun pada hakikatnya, kedua konsep diatas sama-sama sependapat mengenai kepentingan batuan sebagai bahan penting dalam pembentukan tubuh tanah (Poerwowidodo, 1991).

Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan mineral baik yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi yang merupakan penyusun utama kerak bumi serta terbentuk sebagai hasil proses alam. Batuan bisa mengandung satu atau beberapa mineral. Sebagai contoh ada yang disebut sebagai monomineral rocks (batuan yang hanya mengandung satu jenis mineral), misalnya marmer, yang hanya mengandung kalsit dalam bentuk granular, kuarsit, yang hanya mengandung mineral kuarsa. Di samping itu di alam ini paling banyak dijumpai batuan yang disebut polymineral rocks (batuan yang mengandung lebih dari satu jenis mineral), seperti granit atau monzonit kuarsa yang mengandung mineral kuarsa, feldspar, dan biotit.

            Atas dasar cara terbentuknya, batuan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. batuan beku : sebagai hasil proses pembekuan atau kristalisasi magma
2. batuan sedimen : sebagai hasil proses sedimentasi
3. batuan metamorf : sebagai hasil proses metamorfisme (Hardjowigeno, 2010).

2.2 Klasifikasi Batuan

            Batuan dapat dikelompokkan berdasarkan asal pembentukannya menjadi tiga divisi, yaitu : 1) batuan beku, yang berasal dari pemadatan magma, 2) batuan endapan, yang berasal dari konsolidasi endapan-endapan yang terangkut air atau angin, dan 3) batuan alihan, yang berasal dari proses-proses perubahan bentuk lebih lanjut dari batuan beku atau endapan.

1.      Batuan Beku

            Batuan beku (ignias, asal kata Latin ignis = api) berasal dari pemadatan (solidifikasi) magma cair. Magma adalah suatu massa batu cair di dalam tubuh bumi. Jika bahan ini terhambur ke permukaan bumi, disebut lava. Magma dan lava mengandung berbagai hablur atau jarah padat lain. Batuan beku seluruhnya tersusun dari hablur.

            Magma terbentuk melalui pencairan atau pelarutan batuan di dalam perut bumi akibat tingkat pemanasan tinggi. Temperatur magma berkisar antara 6000 C sampai 1.2000 C. Setiap jenis batuan mempunyai titik ambang pencairan tertentu, dan pada temperatur setinggi itu, umumnnya semua batuan akan dapat mencair.

            Pembentukan magma terjadi di seluruh bagian perut bumi asalkan temperaturnya cukup tinggi untuk mencairkan dan melarutkan batuan. Pencarian batuan ini terjadi pada jeluk sekitar 17, 85 , 170 km atau lebih. Batu mencair ini segera mencari jalan keluar dan melarutkan pula batuan yang bersinggungan di sepanjang lorong perjalanan menuju permukaan bumi.

            Batu cair ini mempunyai bobot lebih ringan dibanding batu padatnya. Bobot ini terus menurun dengan meningkatnya kandungan gas. Jika magma terkena besar (6000 ton/inc2 pada jeluk 34 km) dari batuan padat disekelilingnya, akan tergerak dan arah gerakannya adalah ke permukaan bumi oleh karena tekanannya paling rendah. Pergerakan ini ditunjang pula oleh tingkat kelarutan batuan cair yang besar dan jjuga oleh kakas mengembang gas-gas dalam magma. (Poerwowidodo, 1991).


A. Proses pembentukan

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan atau kristalisasi magma. Proses ini merupakan proses perubahan fase dari fase cair (lelehan, melt) menjadi fase padat, yang akan menghasilkan kristalkristal mineral primer atau gelas. Proses pembekuan magma (temperatur dan tekanan) akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan, sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal. Karakteristik tekstur dan struktur pada batuan beku sangat dipengaruhi oleh waktu dan energi kristalisasi. Apabila terdapat cukup energi dan waktu pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal berukuran besar, sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat, maka kristal tidak sempat terbentuk dan cairan magma akan membeku menjadi gelas. Proses ini sangat identik dengan pembuatan gula pasir, di mana untuk membuat gula yang berukuran kasar diperlukan waktu pendinginan relatif lebih lama dibandingkan gula yang berukuran halus.

Berdasarkan kecepatan pendinginan ini, maka batuan beku dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu batuan beku plutonik, hipabisal dan batuan beku volkanik yang berturut-turut mempunyai ukuran kristal dari yang paling kasar ke halus.

Urutan mineral yang terbentuk dari kristalisasi magma seiring dengan penurunan suhu dapat dilihat pada Bowen's reaction series
Pada seri reaksi Bowen terdapat 2 kelompok, yaitu:
1. seri terputus (discontinuous series), dimana mineral yang terbentuk mempunyai struktur kristal dan komposisi yang berbeda-beda
2. seri berkesinambungan (continuous series), dimana mineral yang terbentuk mempunyai struktur kristal yang sama, namun komposisi kimia penyusunnya yang berbeda.

Akhirnya pada cairan magma akan tersisa silika, potasium dan sodium yang akan kemudian akan membentuk mineral-mineral K-feldspar, muskovit dan kuarsa. Batuan beku berdasarkan atas genesa dapat dibedakan menjadi batuan beku intrusif, yang terbentuk di bawah permukaan bumi, dan batuan beku ekstrusif, yang membeku di atas permukaan bumi. Batuan beku ekstrusif masih
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu batuan aliran (efusif) dan ledakan (eksplosif).

B. Karakteristik
B.1. Sifat fisik

Pengamatan fisik yang perlu diamati adalah warnanya saja. Warna dapat mencerminkan proporsi kehadiran mineral terang (felsik) terhadap mineral berwarna gelap (mafik). Dari pengamatan warna ini, dapat memberikan penafsiran kepada tipe batuan asam, menengah, basa dan ultrabasa. Batuan beku asam memiliki warna relatif lebih terang dibandingkan dengan batuan beku menengah ataubasa.

B.2. Tekstur

Pengamatan tekstur meliputi, tingkat kristalisasi, keseragaman kristal dan ukuran kristal yang masing-masing dapat dibedakan menjadi beberapa macam.
1. Tingkat kristalisasi
a.  Holokristalin, seluruhnya terdiri atas kristalin
b.  Holohyalin, seluruhnya terdiri atas gelas
c.  Hypohyalin, sebagian kristal dan sebagian gelas.


2. Keseragaman kristal
a. Equigranular, mempunyai ukuran kristal yang relatif seragam. Sering dipisahkan menjadi idiomorfik granular (kristal berbentuk euhedral), hypidiomorfik granular (kristal berbentuk subhedral) dan allotriomorfik granular (kristal berbentuk anhedral).
b. Inequigranular (porfiritik), mempunyai ukuran kristal yang tidak seragam. Kristal yang relatif lebih besar disebut sebagai fenokris (Kristal sulung), yang terbentuk lebih awal. Sedangkan kristal yang lebih halus disebut sebagai massa dasar.
c. Afanitik, jika batuan kristalin mempunyai ukuran kristal yang sangat halus dan jenis mineralnya tidak dapat dibedakan dengan kaca pembesar.

3. Ukuran Kristal

a. < 1mm : halus
b. 1,5mm : sedang
c. > 5mm : kasar

B.3. Komposisi

Mineral pada batuan beku dapat dikelompokkan menjadi mineral utama dan mineral asesori.

Mineral utama merupakan mineral yang dipakai untuk menentukan nama batuan berdasarkan komposisi mineralogi, karena kehadirannya pada batuan melimpah. Contoh: ortoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen dan olivin.

Mineral asesori adalah mineral yang keberadaannya pada batuan tidak melimpah, namun sangat penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau hornblende pada granit biotit atau granit hornblende. Mineral yang sangat halus, misalnya pada batuan yang bertekstur afanitik, cukup disebutkan kelompok mineralnya saja, misalnya mineral felsik, intermediate atau mineral mafik. Contoh: Riolit tersusun oleh mineral felsik.

B.4.Struktur

Struktur pada batuan beku adalah kenampakan hubungan antara bagianbagian batuan yang berbeda. Struktur ini sangat penting di dalam menduga karakteristik keteknikan, misalnya pada batuan beku yang berstruktur kekar tiang (columnar joint) akan mempunyai karakteristik keteknikan yang berbeda dengan batuan beku yang berstruktur kekar lembaran (sheeting joint). Kedua struktur ini hanya dapat diamati di lapangan.

Macam-macam struktur yang sering dijumpai pada batuan beku adalah:
a. Masif : bila batuan pejal tanpa retakan aau lubang gas
b. Teretakkan : bila batuan mempunyai retakan (kekar tiang atau kekar lembaran)
c. Vesikuler : bila terdapat lubang gas. Skoriaan, jika lubang gas tidak saling berhubungan; Pumisan, jika lubang gas saling berhubungan; Aliran, bila ada kenampakan aliran pada orientasi lubang gas.
d. Amigdaloidal : bila lubang gas terisi oleh mineral sekunder (Hardjowigeno, 2010).


a.         Klasifikasi Berdasarkan Tekstur

            Tekstur batuan memaparkan wujud bahan dan ukuran komposisi bahan pelikan yang menyusun suatu jenis batuan. Gatra tekstur batuan ini lazim digunakan sebagai salah-satu dasar klasifikasi batuan beku. Tekstur batuan beku dibagi menjadi empat kelompok, yaitu : 1) tekstur butiran, 2) tekstur padat, 3) tekstur bening, dan 4) tekstur sibir.





Tekstur butiran

Ukuran butiran pelikan penyusun batuan cukup besar sehingga memungkinkan ditetapkan secara megaskopis. Kelompok batuan ini mempunyai suatu volume tubuh yang seluruhnya tersusun atas hablur pelkan berukuran Ø > 0.002 mm.


Tekstur padat

Ukuran butiran pelikan penyusun batuan terlalu kecil sehingga tidak memunginkan ditetapkan secara megaskopis.


Tekstur bening

Bahan penyusun batuan tidak menghablur sehingga batuan menyerupai kaca.


Batuan sibir

Bahan penyusun batuan terdiri dari sibir-sibir pelikan dan batuan.


b.        Klasifikasi Berdasarkan Mode Pembentukan

            Batuan beku merupakan hasil penghabluran magma yang terjadi pada berbagai keadaan fisis dan temperatur. Ini juga berarti bahwa kecepatan pendinginan suatu magma akan berbeda. Berdasarkan hal ini batuan beku dikelompokkan menjadi : 1) batuan plutonik/batuan dalam yaitu pemadatan magma berlangsung di perut bumi, pada jeluk sangat dalam. Contoh: batu granit, 2) batuan intrusif/batuan retas yaitu pemadatan magma berlangsung di dalam saluran perut bumi, sehingga dapat menyumbat saluran itu. Contoh : pegmatit, aplit dan granit porfir, 3) batuan ekstrusif/batuan efusif/batuan vulkanik yaitu pemadatan magma terjadi di permukaan bumi sebagai hasil kegiatan vulkanik yang menyebabkan magma mengalir ke luar. Contoh : tufa liparit dan tufa kuarsa porfir.

c.         Klasifikasi Berdasarkan Kandungan SiO2

            Pembagian batuan beku menurut keasamannya didasarkan pada kandungan SiO2 . Kriteria pembagian ini adalah sebagai berikut:

Batuan asam jika kandungan SiO2 > 65 %

Batuan intermidier jika kandungan SiO2 52-65%

Batuan basa jika kandungan SiO2 45-52 %

          Batuan ultra basa jika kandungan SiO2 < 45 %  (Poerwowidodo, 1991).


2.      Batuan Endapan

            Batuan endapan (Latin: sedimentum = pengendapan) merupakan sekelompok batuan tertentu yang pembentukannya melalui proses-proses pengendapan melalui air atau udara ke berbagai permukaan bumi.

A. Proses pembentukan

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses sedimentasi, yang meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan deposisi (pengendapan). Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik maupun pelapukan kimia. Proses erosi dan transportasi terutama dilakukan oleh media air dan angin. Proses pengendapan terjadi jika energi transport sudah tidak mampu mengangkut detritus tersebut. Material yang lepas ini akan diubah menjadi batuan dengan proses diagenesis dan litifikasi, yang termasuk di dalamnya kompaksi dan sementasi.

Secara umum batuan sedimen dapat dibedakan menjadi dua golongan besar berdasarkan cara pengendapannya, yaitu batuan sedimen klastik dan nonklastik.

1. Batuan sedimen klastik tersusun atas butiran-butiran (klastika) yang terbentuk karena proses pelapukan secara mekanis dan banyak dijumpai mineral-mineral alogenik. Mineral-mineral alogenik adalah mineral yang tidak terbentuk pada lingkungan sedimentasi atau pada saat sedimentasi terjadi. Mineral ini berasal dari batuan asal yang telah mengalami transportasi dan kemudian terendapkan pada lingkungan sedimentasi. Pada umumnya berupa mineral yang mempunyai resistensi tinggi, seperti kuarsa, plagioklas, hornblende, garnet dan biotit.

2. Batuan sedimen non-klastik, terbentuk karena proses pengendapan secara kimiawi dari larutan maupun hasil aktivitas organik dan umumnya tersusun oleh mineral-mineral autigenik. Mineral-mineral autigenik adalah mineral yang terbentuk pada lingkungan sedimentasi, seperti   gipsum, anhidrit, kalsit dan halit.

B. Karakteristik

B.1. Sifat fisik

Pengamatan fisik meliputi pengamatan warna dan derajat kompaksi. Warna batuan sedimen dapat mencerminkan komposisi dominan atau jenis semen penyusunnya, misalnya batuan sedimen yang berukuran pasir berwarna kuning atau kemerahan dapat diduga bahwa batuan tersebut disemen oleh material yang tersusun oleh oksida besi.

B.2. Tekstur

Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang berhubungan dengan butiran penyusunnya, seperti ukuran butir, bentuk butir, hubungan antar butir (kemas). Secara umum tekstur batuan sedimen dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu klastik dan non-klastik.
Pada tekstur klastik, yang diamati meliputi:
a. Ukuran butir yang dapat dipisahkan berdasarkan skala Wentworth, seperti bongkah (> 256 mm), berangkal (64 . 256 mm), kerakal (4 . 64 mm), kerikil (2 . 4 mm), pasir (0,063 . 2 mm), lanau (0,004 . 0,063 mm) dan lempung (< 0,004 mm).
b. Sortasi (pemilahan) dapat berupa sortasi baik, jika besar butiran penyusunnya relatif sama dan sortasi buruk, jika besar butiran penyusunnya tidak sama.
c. Bentuk butir dibedakan atas bentuk menyudut (angular) dan membundar (rounded) serta menyudut/membulat tanggung (subangular atau subrounded).
d. Kemas dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kemas terbuka (matrix supported), jika butiran yang berukuran besar (fragmen) tidak saling bersentuhan atau mengambang dalam matrik. Kemas tertutup (class supported) jika butiran penyusunnya saling bersentuhan satu sama lain.

Pada batuan sedimen yang berukuran > 2 mm, masih dapat dideskripsi lebih detail mengenai fragmen (butiran yang lebih besar dari ukuran pasir), matrik (butiran yang berukuran lebih kecil dari fragmen dan diendapkan bersama-sama fragmen), dan semen (material halus yang menjadi pengikat antara matrik dan fragmen. Semen dapat berupa silika, karbonat, sulfat, atau oksida besi. Pada batuan yang bertekstur non-klastik umumnya memperlihatkan kenampakan mozaik dari kristal penyusunnya. Kristal penyusun biasanya terdiri dari satu macam mineral (monomineralik), seperti gipsum, kalsit, dan anhidrit.

Macam-macam tekstur non-klastik adalah:
a. Amorf : berukuran lempung/koloid
b. Oolitik : kristal berbentuk bulat yang berkumpul, ukurannya 0,25 . 2 mm
c. Pisolitik : sama seperti oolitik, ukuran butir kristalnya > 2 mm

B.3. Struktur

Struktur pada batuan sedimen sangat penting baik untuk geologi maupun geologi teknik. Pada analisis geologi struktur ini dapat digunakan untuk menganalisis kondisi tektonik dari daerah dimana batuan sedimen tersebut dijumpai. Di samping itu pada bidang batas struktur sedimen secara keteknikan merupakan bidang lemah. Macam struktur sedimen yang dapat dijumpai, misalnya:

a. Perlapisan atau laminasi sejajar, bentuk lapisan yang pada awalnya terbentuk secara  horizontal. Posisi lapisan ini dapat berubah jika terkena proses tektonik, misalnya perlapisan \miring atau terkena patahan.
b. Perlapisan silang-siur, perlapisan batuan saling potong-memotong pada skala kecil, biasanya melengkung.
c. Perlapisan bergradasi (graded bedding), yang dicirikan oleh perubahan ukuran butiran pada satu bidang perlapisan. Masif, apabila tidak dijumpai lapisan atau laminasi.

B.4. Komposisi

Pengamatan komposisi pada batuan sedimen lebih kompleks daripada pada batuan beku, karena batuan sedimen dapat tersusun oleh fragmen batuan maupun mineral. Namun pada pengamatan komposisi yang ditekankan cukup pada pengamatan komposisi fragmen dan semen. Fragmen dapat berupa butiran mineral yang berukuran lebih dari 2 mm maupun batuan lain (beku, sedimen, dan metamorf). Semen biasanya tersusun oleh mineral-mineral berukuran halus, seperti lempung, gipsum, karbonat, oksida besi dan/atau silika. Jenis semen ini akan berpengaruh terhadap karakteristik keteknikan dari batuan sedimen. Batuan yang tersemen silika akan mempunyai karakteristik keteknikan yang lebih baik daripada batuan yang tersemen karbonat. Jenis semen ini bisa diperkirakan dengan menggunakan alat bantu, misalnya HCl untuk menentukan hadirnya material karbonat. Semen gipsum biasanya mempunyai warna hamper sama dengan karbonat, hanya tidak bereaksi dengan HCl. Semen oksida besi biasanya berwarna kuning atau merah. Sedangkan semen silika biasanya sangan keras (Buchman,1969).

a.      Sumber Bahan Endapan

            Lima sumber utama bahan-bahan endapan adalah : 1) bahan letupan gunung api, 2) serpihan batuan hasil pelapukan, 3) hasil peruraian batuan, 4) presipitat dari larutan, dan 5) jabaran bahan organik.

a.1. Bahan letupan gunung api

            Bahan asli letupan gunung api sangat sedikit ditemui pada kebanyakan batuan endapan, dan bukan merupakan bahan penting penyusun batuan itu. Bahan letupan gunung api yang terlontarkan ke udara saat terjadi letupan disebut eflata dan jika mengeras menjadi tufa.

a.2. Serpihan batuan hasil pelapukan

            Pemecahan batuan cenderung meningkat jika di tempat batuan itu tidak terdapat tetumbuhan. Batuan yang tidak tertutupi tetumbuhan ini menjadi sasaran panas matahari dan hujan. Proses penghancuran batuan secara mekanis ini melalui : a) perubahan-perubahan temperatur, yang menyebabkan pengembangan dan pengerutan berulang-ulang, dan b) pembekuan dan pencairan silih berganti.

a.3. Peruraian batuan

            Hasil-hasil penting peruraian batuan adalah : i) garam-garam dapat larut, ii) bahan-bahan koloid, iii) hasil pelapukan tidak larut/pelikan sekunder, dan iv) pelikan tahan peruraian.

a.4. Presipitat dari Larutan

            Presipitasi dari air danau, sungai atau laut, tanpa adanya bantuan suatu biang organik, hanya terjadi pada keadaan khusu, yang tergantung kepada lingkungan setempat. Hal ini menyebabkan presipat yang terbentuk secara anorganik, hanya mempunyai takaran sedikit, daripada presipat yang dirangsang oleh hadirnya biang-biang organik.

a.5. Jabaran bahan organik

            Banyak bahan-bahan yang terlarut dalam air permukaan bumi merupakan hasil penceraan oleh jasad hidup selama proses hidupnya, dan pada suatu lingkungan sesuai bahan-bahan ini akan terlonggok membentuk endapan organik. Contoh terpenting adalah kalsium karbonat yang membentuk berbagai bagian hewan bertulang belakang.

b.      Macam Bahan Endapan

            Macam- macam batuan endapan utama, yaitu : i) batuan endapan klastik, mencakup: konglomerat, batu pasir, batu debu dan shale, ii) batuan endapan kimiawi, mencakup: kalsium karbonat, magnesium karbonat, silika, pelikan besi, sodium klorida, kalsium sulfat, magnesium sulfat, potasium sulfat dan senyawa klorida, iii) batuan endapan organik, mencakup: endapan berkapur, bersilikat dan berkarbon.

            Bahan-bahan klastik dibawa oleh arus air, angin, gelombang laut dan diendapkan di tempat tertentu jika laju biang pengangkut menjadi tidak memadai lagi untuk memindahkan lebih jauhjarah-jarah itu. Endapan oleh air tawar dan angin dapat terjadi di lahan atau danau, dan bentuk endapan ini menjadi kurang penting dibanding endapan di laut.

c.      Klasifikasi Batuan Endapan

            Batuan endapan terdiri dari berbagai kelompok batuan sehingga menyulitkan penyusunan klasifikasinya yang memuaskan. Beberapa cara pengklasifikasian batuan endapan adalah : 1) klasifikasi berdasar wujud bahan endapan, 2) klasifikasi berdasar mode pembentukan.

c.1. Klasifikasi Berdasarkan Wujud Bahan Endapan

            Berdasar wujud bahan yang diendapkan, batuan endapan dapat diklasifikasikan menjadi lima divisi, yaitu : a) endapan klastik atau serpihan, b) endapan kimiawi, c) endapan organik d) endapan piroklastik e) endapan sisa.

            Batuan klastik/serpih ini mencakup seluruh endapan yang tersusun dari serpih batuan dan bahan-bahan padat hasil peruraian dari serpih batuan dan bahan-bahan padat hasil peruraian sejumlah batuan tua. Pembagian batuan klastik ke dalam kelas-kelas adalah berdasar pada ukuran garis tengah butiran bahan penyusun. Batuan yang termasuk kelompok ini meliputi : boulder, pebbles, kerikil, pasir, lumpur, lempung dan bentuk konsilodasinya, seperti : konglomerat, batu pasir dan shale.

            Endapan kimiawi mencakup seluruh longgokan yang terbentuk secar langsung melalui presipitasi dari larutan. Batuan yang termasuk kelompok ini adalah : kalsium karbonat, klorida-klorida, sulfat-sulfat, nitrat-nitrat, borat-borat dan alkali karbonat.

            Endapan organik merupakan endapan yang tersusun dari bahan-bahan yang berasal dari jaringan jasad hidup. Pelonggokan bahan organik dalam skala besar tergantung kepada pasok bahan organik, lingkungan pelonggokan dan kerusakan/peruraian bahn organik di tempat pelonggokan. Pelonggokan bahan organik ini terjadi di tempat-tempat cekungan seperti laut dangkal, rawa atau danau.

            Kelompok endapan organik ini dibagi menjadi kelas-kelas berdasar komposisi kimiawi bahan, yaitu menjadi : a) endapan berkapur, b) endapan bersikilat, dan c) endapan berkarbon.

            Endapan organik berkapur mencakup; shell-shand  baru, endapan adang coral (corl reef) , selut foraminifera, selut pteropoda dan globigerin, serta batu kapur tua.

            Endapan bersikilat meliputi selut diatomae dan selut radiolaria, serta endapan silikat membantu, seperti jasper dan chert.

            Endapan berkarbon meliputi batu bara dan gambut (berasal dari sisa-sisa tanaman) dan minyak bumi (berasal dari sisa-sisa hewan purba).

            Endapan piroklastik terdiri dari debu-debu vulkanik, yang dapat dikelompokkan berdasar jenis lava atau tekstur jarah debu. Berdasar tekstur jarah debu, maka debu vulkanik ini dibagi menjadi : gelas vulkanik, serpihan lava berhablut dan pecahan hablur.

            Endapan sisa terdiri dari bahan yang tertinggal di tempat itu sebagai hasil pelapukan batuan, dan biasanya membentuk lapisan permukaan yang tipis, yang menutupi batuan induk tidak-terlapuk sebagian di sebelah bawahnya. Contoh endapan ini adalah tanah.

c.2. Klasifikasi Berdasarkan Mode Pembentukan

            Berdasar mode pembentukannya, batuan endapan dpat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: a) batuan endapan klasik, yaitu endapan yang terbentuk dari bahan-bahan yang terangkut aliran air atau angin, b) batuan endapan kimiawi, yaitu endapan hasil presipitasi senyawa-senyawa terlarut dalam suatu cairan.


a.      Batuan endapan klastik

            Batuan ini dicirikan oleh pelikan-pelikan yang dikandungnya. Batuan ini dibagi menjadi dua kelas, yaitu: 1) sisa tidak larut dari pelapukan batuan, 2) pelikan tahan lapuk jabaran dari batuan yang ada di tempat itu.


b.      Batuan endapan kimiawi

            Batuan endapan kimiawi dapat di bagi berdasarkan komposisi kimiawinya. Oleh karena endapan kalsium karbonat banyak dijumpai pada berbagai batuan dan dikenal sebagai bahan induk penting tipe-tipe tanah, maka ulasan ini akan lebih banyak menyinggung bahn tersebut. Biang-biang orgnaik seringkali aktif dalam pengendapan kalsium karbonat walau endapan kimiawi murni dapat terjadi jika kandungan CO2 air laut berkurang, yang menyebabkan pengurangan kelarutan kalsium karbonat (Poerwowidodo, 1991).


3.      Batuan Metamorf

            Adanya perbedaan lingkup temperatur, batuan-batuan beku dan endapan akan mengalami perubahan untuk mencapai kesetimbangan baru pada lingkup temperatur yang ada. Jika proses pelapukan batuan di permukaan bumi tidak disertakan, selang temperatur itu dapat dibagi menjadi : a) daerah temperatur rendah dari transformasi diagenetik (diagenesis), b) daerah temperatur pengendapan, dan c) daerah temperatur tinggi dari transformasi metamorfik (metamorfisma).

            Batuan alihan atau metamorfisma merupakan proses perubahan-perubahan mineralogis dan bangun batuan dalam bentuk padat sebagai tanggapan terhadap keadaan fisis dan kimiawi, yang berbeda dari keadaan waktu batuan itu terbentuk.

                        Berdasar pada pendekatan geologis, metamorfisma ini dibagi menjadi dua tipe, yaitu : 1) memorfisma singgung, dan 2) metamorfisma kataklastik.

            Metamorfisma singgung merupakan metamorfisma panas statis setempat yang menghasilkan suatu aureole dari batuan metamorfik mengitari siatu tubuh intrusif. Metamorfisma singgung ini dirangsang oleh tekanan dan temperatur sangat tinggi, dan larutan sangat kuat yang mampu menerobos batuan, seperti kasus suntikan magma ke dalam suatu batuan.

            Metamorfisma kataklastik terbatas pengaruhnya pada mintakat yang berdekatan. Perepihan mekanis dan pergeseran menyebabkan sejumlah perubahan pada fabrik batuan. Contoh batuan ini adalah : bresika, milonit, dan pseudotakilit. Batuan ini jelas memperlihatkan pengurangan ukuran butiran akibat gesekan. Batuan pseudotakilit yang mengalami geseran intensif akan tmpak seperti gelas basaltik hitam (takilit). Selama perubahan ini tidak ada panas (tidak cukup panas) yang dipasokan ke batuan, sehingga tidak terjadi reaksi antarpelikan.

            Akhir dari metamorfisma akan tercapai jika temperatur menjadi cukup tinggi (antara 600 dan 9000 C) untuk mencairkan batuan alihan dan membentuk cairan magma, dan bila mengalami pendinginan, akan menjadi batuan beku menjadi endapan dan menjadi batuan alihan dan kembali lagi menjadi batuan beku (Poerwowidodo, 1991).

A.    Proses pembentukan

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses metamorfosa pada batuan yang telah ada sebelumnya sehingga mengalami perubahan komposisi mineral, struktur, dan tekstur tanpa mengubah komposisi kimia dan tanpa melalui fase cair. Proses ini merupakan proses isokimia (tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan), yang disebabkan oleh perubahan suhu, tekanan dan fluida, atau variasi dari ketiga faktor tersebut.

Secara umum terdapat tiga macam tipe metamorfosa, yaitu:

1. Metamorfosa termal, yang disebabkan oleh adanya kenaikan suhu akibat terobosan magma atau lava. Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi antara mineral dan larutan magmatik serta penggantian dan penambahan mineral.
2. Metamorfosa regional, terjadi pada daerah yang luas akibat pembentukan pegunungan. Perubahan terutama disebabkan dominan oleh tekanan.
3. Metamorfosa dinamik, yang terjadi pada daerah yang mengalami dislokasi atau deformasi intensif akibat patahan. Proses yang terjadi adalah perubahan mekanis pada batuan, tidak terjadi rekristalisasi kecuali pada tingkat lonitik.

Mineral yang umum dijumpai pada batuan metamorf adalah kuarsa, garnet, kalsit, feldspar, mika, dan amfibol.


B. Karakteristik
B.1. Sifat fisik

Pengamatan fisik pada batuan metamorf meliputi pengamatan warna batuan. Warna batuan dapat mencerminkan ukuran butiran. Warna yang gelap cenderung mempunyai ukuran butiran yang halus yang tersusun oleh mineralmineral mika yang berukuran halus. Warna yang terang biasanya tersusun oleh kuarsa atau karbonat.

B.2. Tekstur

Pengamatan tekstur pada batuan metamorf relatif hampir sama dengan pada batuan beku, karena sama-sama terdiri atas kristal. Macam-macam pengamatan tekstur pada batuan metamorf adalah sebagai berikut:


1. Tektstur berdasarkan bentuk individu kristal: idioblast (jika mineral penyusunnya dominan berbentuk euhedra), hypidioblast (jika mineral penyusunnya berbentuk anhedra).
2. Berdasarkan bentuk mineral, tekstur batuan metamorf dapat dibagi menjadi: lepidoblastik (terdiri dari mineral berbentuk tabular seperti mika), nematoblastik (terdiri dari mineral berbentuk prismatik, seperti hornblende/ amfibol), granoblastik (terdiri dari mineral yang berbentuk granular, anhedra, dengan batas-batas suture), dan porfiroblastik (terdiri dari mineral-mineral yang berukuran tidak seragam, beberapa mineral ditemukan berukuran lebih besar daripada yang lain).

B.3. Struktur

Struktur pada batuan metamorf lebih penting daripada tekstur, karena merupakan dasar dari penamaan batuan metamorf. Struktur ini dapat dibagi mennjadi dua, yaitu struktur foliasi dan struktur non-foliasi.
a. Struktur foliasi adalah struktur paralel yang disebabkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusunnya. Umumnya tersusun oleh mineral-mineral pipih dan/atau prismatik, seperti mika, horblende atau piroksen. Struktur foliasi dapat dibedakan menjadi slaty cleavage (adanya bidang-bidang belah yang sangat rapat, teratur dan sejajar; batuannya disebut slate/batusabak), phyllitic (hampir sama dengan slaty cleavage, tetapi tingkatannya lebih tinggi daripada batu sabak, sudah terlihat adanya pemisahan mineral pipih dan dan mineral granular; batuannya disebut filit), schistosic (adanya penjajaran mineral-mineral pipih yang menerus dan tidak terputus oleh mineral granular; batuannya disebut sekis), dan gneissic (adanya penjajaran mineral-mineral granular yang berselingan dengan mineral-mineral prismatik, mineral pipih memiliki orientasi tidak menerus; batuannya disebutgneis).

b. Struktur non-foliasi dicirikan oleh tidak adanya penjajaran mineral pipih atau prismatik. Struktur ini terdiri atas hornfelsic (dibentuk oleh metamorfosa termal, dimana butiran mineralnya berukuran relatif seragam; batuannya disebut hornfels [tersusun oleh polimineralik], kuarsit [tersusun dominan oleh kuarsa], dan marmer [tersusun oleh kalsit]),  cataclastic (terbentuk karena metamorfosa kataklastik, misalnya akibat patahan; nama batuannya adalah kataklasit), mylonitic (mirip dengan kataklastik, tetapi mineral penyusunnya berukuran halus dan dapat dibelah seperti skis; nama batuannya disebut milonit), dan pyllonitic (struktur ini mirip dengan milonitik, tetapi sudah mengalami rekristalisasi sehingga menunjukkan kilap sutera; nama batuannya disebut gllonit).

B.4. Komposisi

Komposisi mineral pada batuan metamorf hampir sama dengan pada batuan beku atau sedimen non-klastik. Perbedaannya jenis mineralnya lebih kompleks karena merupakan hasil rekristalisasi dari mineral-mineral pada batuan asalnya. Komposisi mineral pada batuan metamorf berfoliasi biasanya polimineralik, sedangkan pada non-foliasi biasanya monomineralik, kecuali hornfels.

7.2 Pelapukan dan alterasi pada batuan

Proses pelapukan dan alterasi menyebabkan terubahnya batuan asal menjadi material lain yang sifat fisiknya menjadi lebih lemah. Proses ini dapat mempermudah atau mempercepat terurainya ikatan kimia mineral pada batuan. Proses pelapukan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Pelapukan mekanik yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir.
2. Pelapukan kimia, yang menyebabkan mineral pada batuan mengalami dekomposisi. Proses alterasi sedikit berbeda dengan pelapukan. Pada alterasi, proses kimia lebih berperan dibandingkan proses fisika dan di sini terjadi peningkatan suhu yang signifikan untuk mempercepat proses alterasi. Namun demikian, baik proses pelapukan maupun proses alterasi keduanya akan mempercepat proses pembentukan tanah (Buchman, 1969).












BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.      Tubuh tanah yang ditemui saat ini berasal dari suatu bahan induk tanah setelah bahan itu melalui serangkaian proses pembentukan tanah. Bahan induk tanah merupakan suatu bahan berasal dari batuan, yang terbentuk setelah melalui serangkaian pelapukan fisis-kimiawi.

2.      Batuan dikelompokkan berdasarkan asal pembentukannya menjadi tiga divisi, yaitu : 1) batuan beku, yang berasal dari pemadatan magma, 2) batuan endapan, yang berasal dari konsolidasi endapan-endapan yang terangkut air atau angin, dan 3) batuan alihan, yang berasal dari proses-proses perubahan bentuk lebih lanjut dari batuan beku atau endapan.











DAFTAR PUSTAKA

Buchman. 1969. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta

Hardjowigeno. 2010. Ilmu Tanah. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Poerwowidodo. 1991. Ganesa Tanah Batuan Pembentuk Tanah Jilid I. CV Rajawali. Jakarta.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com