Tumbuhan Lumut (Bryophyta) : Ciri-ciri,
Klasifikasi, Siklus Hidup, Reproduksi, Struktur - Tumbuhan lumut adalah
tumbuhan pertama yang beradaptasi dengan lingkungan darat, menyesuaikan diri
dengan lingkungan darat yang lembab dan basah. Karena merupakan peralihan dari
habitat air ke habitat darat, maka tumbuhan lumut disebut pula tumbuhan amfibi
(amphibious plant). Tumbuhan ini tergolong kelompok Cryptogamae, yaitu kelompok
tumbuhan yang alat perkawinannya tersembunyi. Tingkat perkembangan lumut lebih
maju dari kerabat dekatnya, yaitu alga. Hal tersebut disebabkan oleh sifat
hidupnya yang sebagian besar sudah berada di darat. Selain itu, pada lumut yang
berhabitus seperti tumbuhan tingkat tinggi, dalam batangnya sudah ada
sekelompok sel-sel memanjang sebagai buluh pengangkut. Lumut juga sudah
memiliki rizoid (struktur menyerupai akar pada tumbuhan tingkat tinggi) sebagai
alat penyerap dan pelekat. (Baca juga : Tumbuhan)
Pernahkah
kalian memperhatikan dinding kamar mandi atau tembok-tembok yang lembab di
sekitar tempat tinggal kalian? Kalian akan menemukan lapisan hijau seperti
beludru yang merupakan kumpulan lumut. Mengapa lumut menyukai tempat yang
lembab dan teduh? Ini karena saat bereproduksi tumbuhan tersebut membutuhkan
air untuk melakukan pembuahan. Tanpa air, sel-sel kelamin jantan tidak bisa
mencapai sel-sel kelamin betina.
1. Ciri-ciri
Lumut
Lumut
memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan tumbuhan lain. Lumut merupakan
tumbuhan dengan ukuran relatif kecil, tingginya 2 sampai 50 cm. Tubuhnya tidak
memiliki akar, batang, dan daun yang sebenarnya, tetapi mempunyai bagian yang
menyerupai akar (rizoid), batang, dan daun. Pada beberapa jenis lumut hati atau
lumut tanduk tubuhnya masih berupa talus (lembaran). Perhatikan Gambar 1.
Struktur
/ Bagian tubuh lumut Gambar 1. Struktur / Bagian tubuh lumut Rizoid adalah
struktur menyerupai rambut atau benang-benang yang berfungsi untuk melekatkan
tubuh pada tempat tumbuhnya dan menyerap air serta garam-garam mineral. Rizoid
ini terdiri dari satu deret sel yang memanjang, terkadang dengan sekat yang
tidak sempurna. Batang dan daun lumut belum memiliki floem maupun xylem.
Sel-sel penyusun tubuhnya memiliki dinding sel yang terdiri dari selulose.
Lumut tidak memiliki sistem pembuluh pengangkut yang khusus untuk mengangkut
air dan mineral organik, sehingga proses pendistribusian air berjalan lambat
yaitu secara difusi. Daun lumut umumnya disusun oleh sel-sel setebal 1 lapis,
kecuali ibu tulang daun, yang mempunyai lebih dari 1 sel. Sel-selnya sempit,
panjang, kecil, dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala.
Tubuh tumbuhan lumut dengan berbagai struktur
umum tersebut adalah gametofit. Setelah dewasa, lumut akan membentuk sporofit.
Sporofi t adalah struktur tubuh lumut yang terdiri atas bagian-bagian tertentu,
yaitu vaginula, kaliptra, dan kolumela. Perhatikan Gambar 2. Sporofit tumbuhan
lumut Gambar 2.
Sporofit
tumbuhan lumut Vaginula adalah bagian sporofit yang terdiri dari kaki yang
diselubungi sisa dinding arkegonium, seta (tangkai), dan apofi sis yaitu ujung
seta yang agak melebar, yang merupakan peralihan antara seta dengan kotak spora
(sporangium). Kaliptra adalah tudung yang berasal dari dinding arkegonium
sebelah atas menjadi tudung kotak spora. Sedangkan kolumela adalah jaringan
yang tidak ikut mengambil bagian dalam pembentukan spora. Sporofit tumbuhan
lumut tumbuh menumpang pada gametofit yang hijau menyerupai daun. Sporofit ini
memiliki klorofil, sehingga dapat berfotosintesis. Namun, tumbuhan lumut juga
bisa mendapatkan makanan dari gametofit tempatnya melekat.
Habitat
lumut adalah tempat-tempat yang memiliki kelembaban yang tinggi. Di lingkungan
sekitar, kita bisa melihat berbagai jenis lumut yang menempel pada bebatuan,
tembok, sumur, dan permukaan batu bata. Selain itu, tumbuhan lumut banyak
dijumpai di hutan yang lebat, di atas tanah atau di atas batu. Tumbuhan lumut
juga hidup pada kayu-kayu yang lapuk atau menempel pada kulit pohon sebagai
epifit. Di daerah pegunungan ditemui suatu wilayah yang banyak didominasi oleh
lumut, sehingga disebut hutan lumut. Hutan hujan tropis kita merupakan salah
satu ekosistem yang kaya akan berbagai jenis lumut. Berbagai jenis lumut juga
ditemukan di daerah dengan iklim yang ekstrim. Ada lumut yang hidup di daerah
kering atau gurun, di dalam lumpur, dan aliran sungai. Lumut juga dapat
dijumpai di daerah kutub utara (Arktik) dan di daerah kutub selatan
(Antartika).
2. Siklus
Hidup Lumut
Siklus
hidup lumut berbeda dengan siklus hidup tumbuhan yang lain karena siklus hidup
lumut didominasi oleh gametofit. Gametofit menghasilkan organ kelamin jantan
atau anteredium dan organ kelamin betina atau arkegonium. Apabila anteredium
dan arkegonium dihasilkan oleh satu gametofit (satu individu lumut) maka jenis
tersebut disebut lumut berumah satu atau homotalus, sedangkan apabila keduanya
dihasilkan oleh gametofit yang berbeda maka jenis tersebut disebutlumut berumah
dua atau heterotalus. Perhatikan Gambar 3 dan 4.
Lumut
homotalus Gambar 3.
Lumut
heterotalus Gambar 4. Lumut heterotalus
Dalam
pembahasan ini kita akan menggunakan contoh siklus hidup pada lumut daun.
Perhatikan Gambar 5.
Siklus
hidup lumut daun Gambar 5.
Siklus
hidup lumut daun Sebagian besar spesies lumut daun bersifat heterotalus.
Gametofit jantan membentuk anteredium dan gametofit betina membentuk
arkegonium. Sperma dari anteredium dengan perantaraan air berenang menuju sel
telur di dalam arkegonium kemudian terjadi pembuahan yang menghasilkan zigot.
Zigot yang bersifat diploid kemudian akan mengalami mitosis dan bekembang
menjadi sporofi t embrionik di dalam arkegonium. Pada ujung batang sporofit
yang memanjang terdapat sporangium, yaitu kapsul tempat spora haploid
berkembang. Sporangium juga berfungsi sebagai tempat terjadinya pembelahan
mitosis. Setelah masak, kapsul spora pecah dan spora terpencar keluar.
Spora-spora tersebut apabila menemukan tempat yang memiliki kelembaban yang
sesuai akan berkecambah membentuk protonemata (jamak dari protonema) kecil yang
berwarna hijau.
Protonemata
haploid tersebut terus tumbuh dan berdiferensiasi sehingga membentuk gametofit.
Gametofit dewasa akan membentuk gamet-gamet yang akan berkembang dan kembali
menjalani siklus serupa. Perkawinan antara gamet jantan dan gamet betina
membentuk spora merupakan perkembangbiakan secara seksual (generatif). Selain
melalui perkembangbiakan generatif, lumut juga berkembang biak secara
vegetatif. Bagian gametofit lumut yang patah dan terbawa angin atau burung yang
mencari bahan sarang bisa tumbuh apabila jatuh di tempat-tempat yang lembab.
Beberapa jenis lumut juga sangat mudah membentuk tunas-tunas atau gemma. Gemma
merupakan tubuh bersel satu atau banyak. Seringkali, menguncup dari jaringan
generatif khusus pada batang, daun, rizoid, atau protenema. Gemma dapat secara
efektif memberikan persebaran dalam waktu singkat. Contohnya terdapat pada
Calymperes erosum dan Marchantia polymorpha. Jenis yang pertama tersebut adalah
anggota lumut daun yang mempunyai gemifereous leaf pada bagian ujung daunnya,
sedangkan jenis yang satunya merupakan lumut hati yang mempunyai gemma cup pada
permukaan talusnya. Perhatikan Gambar 6 dan 7.
Gambar
6. Calymperes erosum (bryophytes.plant.siu.edu)
Gemma
pada tumbuhan lumut Marchantia polymorpha
Gambar
8. Gemma pada tumbuhan lumut Marchantia polymorpha
3. Klasifikasi
Lumut
Di
dalam Dunia Tumbuhan, lumut dikelompokkan ke dalam Divisi Bryophyta. Kata
Bryophyta dari bahasa Yunani, yaitu bryon (lumut) dan phyton (tumbuhan). Divisi
tersebut, berdasarkan bentuk gametofit dan sporofitnya, dibagi menjadi 3 kelas,
yaitu Kelas Bryopsida atau lumut daun, Kelas Hepaticopsida atau lumut hati, dan
Kelas Anthocerotopsida atau lumut tanduk.
a. Lumut
Daun (Bryopsida)
Lumut daun merupakan
tumbuhan lumut yang paling terkenal. Hamparan lumut daun terdiri dari satu
tumbuhan lumut daun yang tumbuh dalam kelompok yang padat, sehingga satu sama
lainnya bisa saling menyokong dan menguatkan. Hamparan ini memiliki sifat
seperti karet busa yang bisa menyerap dan menahan air. Contoh lumut daun adalah
Sphagnum sp. (lumut gambut), Bryum sp. (hidup di tembok atau batuan yang
lembab), dan Aerobrysis longissima (hidup sebagai epifit di hutan). Perhatikan
Gambar 9.
Bryum capillare
Gambar 9. Bryum capillare (bryophytes.plant.siu.edu)
Tubuh lumut daun bisa
dibedakan menjadi rizoid, batang, dan daun. Rizoid merupakan deretan sel yang
memanjang atau filamen seluler, menyerupai akar pada tumbuhan tingkat tinggi.
Melalui rizoid ini, lumut daun dapat melekat pada benda tempat hidupnya,
misalnya saja pohon, dinding, atau bebatuan. Sementara, fotosintesis banyak
terjadi pada bagian atas rizoid yang menyerupai batang atau daun. Namun perlu
diingat, jikalau bentuk batang, daun, maupun akar (rizoid) lumut daun tidak
sama persis strukturnya dengan tumbuhan vaskuler.
b.
Lumut
Hati (Hepaticopsida)
Lumut hati merupakan
lumut yang kurang menyolok penampilannya bila dibandingkan dengan lumut daun.
Tubuh masih berupa lembaran (talus) yang terbagi atas beberapa lobus. Bentuknya
akan mengingatkan pada lobus hati pada hewan. Karena itu, lumut ini dinamakan
lumut hati. Contoh lumut hati adalah Marchantia polymorpha dan Porella sp.
(Gambar 10).
Marchantia polymorpha
Gambar 10. Marchantia polymorpha (Wikimedia Commons)
Siklus hidup lumut hati sangat mirip dengan
siklus hidup lumut daun, yakni pembiakan secara seksual dan aseksual. Di dalam
sporangia, beberapa lumut hati mempunyai sel berbentuk kumparan, disebut
elatera, yang muncul dari kapsul. Elatera ini akan terlepas ketika kapsul
terbuka, sehingga spora akan terpancar keluar dari kapsul. Selain itu, lumut
hati juga dapat berkembangbiak secara aseksual (vegetatif ). Sel yang berperan
adalah berkas-berkas sel kecil yang disebut dengan gemma. Oleh tetesan air
hujan, gamme ini dapat terpelanting keluar dari mangkuk (talus) yang ada pada
permukaan gametofit. Akibatnya, jika gemma jatuh di tempat yang cocok, gemma
tersebut akan membentuk individu baru.
c. Lumut
Tanduk (Anthocerotopsida)
Lumut tanduk
mempunyai kemiripan dengan lumut hati, yakni pada gametofitnya. Bedanya, lumut
tanduk memiliki sporofit yang berupa kapsul yang memanjang dan tumbuh seperti
tanduk dari hamparan gametofit. Contoh lumut tanduk adalah Anthoceros laevis
dan Notothylus indica. Perhatikan Gambar 11.
Anthoceros sp.
sporofit gametofit Gambar 11. Anthoceros sp. (anbg.gov.au)
Lumut
Epifit
Lumut epifit adalah
sebutan untuk komunitas lumut yang hidup pada pepohonan. Lumut-lumut tersebut
hidup menempel pada kulit pohon yang hidup maupun gelondongan kayu yang sudah
lapuk. Di hutan, terutama hutan lumut, lumut epifit melingkupi hampir semua
bagian hutan, mulai dari pangkal pohon di dekat permukaan tanah sampai
permukaan kanopi pohon. Komunitas ini memiliki peran penting terutama dalam
siklus hidrologi karena mempunyai kemampuan mengikat dan menahan air yang
tinggi.
4.Manfaat
Lumut
Indonesia merupakan Negara yang mempunyai
keanekaragaman hayati tertinggi di dunia setelah Brazil. Banyak keanekaragaman
hayati Indonesia belum diketahui potensinya, akan tetapi telah mengalami
kepunahan. Salah satu keanekaragaman hayati yang belum banyak digali potensinya
adalah tumbuhan lumut. Tumbuhan lumut yang terdapat di Indonesia mencapai 1500
spesies, tetapi belum banyak penelitian yang mengkaji potensi tumbuhan lumut
Indonesia.
Untuk mengenal
manfaat tumbuhan lumut lebih jauh dapat dilihat dari potensi yang dikandungnya,
diantaranya ekstrak lumut dapat digunakan sebagai antikanker, antibakteri,
antifungi, antifidan(tidak dimakan oleh serangga), mengobati darah tinggi,
epilepsi, sebagai antiseptik, penyakit kulit, mengobati luka bakar, luka
sayatan, mengobati penyakit jantung, menumbuhkan rambut, menghilangkan racun
akibat gigitan ular, sebagai pendegradasi logam berat yang banyak terkandung
dalam tanah pertanian.
Tumbuhan lumut yang
sudah dikenal manfaatnya sebagai obat-obatan terbagi atas dua golongan yaitu
lumut hati dan lumut daun. Beberapa tumbuhan lumut tersebut antara lain:
1. Marchantia
polymorpha dikenal juga dengan lumut hati, jenis tersebut dapat digunakan
sebagai obat hepatitis, menghilangkan racun akibat gigitan ular.
2. Conocephalum
conicum, juga termasuk lumut hati, berfungsi sebagai antibakteri, antifungi,
mengobati luka bakar dan luka luar.
3. Frullania
tamarisci, merupakan lumut hati yang dapat digunakan sebagai obat antiseptik.
4. Fissidens
japonicum, merupakan lumut daun, dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan
rambut.
5. Rhodobryum giganteum,
merupakan jenis lumut daun yang dapat mengobati tekanan darah tinggi dan
sebagai sedatif atau obat bius.
6. Cratoneuron
filicinum, termasuk lumut daun yang mengandung senyawa untuk mengobati penyakit
jantung.
7. Haplocladium
catillatum, merupakan lumut daun, yang berguna untuk mengobati mengobati
pneumonia.
Keanekaragaman tumbuhan lumut
yang terdapat di Indonesia yang memiliki potensi sebagai obat-obatan belum
banyak dilakukan penelitian mengenai kandungan kimianya, maka dari itu
diperlukan kerjasama antara peneliti dan industri obatan-obatan untuk melakukan
kajian ilmiahnya. Hal tersebut dapat membuka peluang ekonomi yang besar bagi
industri obat-obatan yang membutuhkan bahan baku alami sebagai bahan dasar
untuk pembuatan obat-obatan dan keanekaragaman tumbuhan lumut itu sendiri dapat
dipertahankan.
0 komentar:
Posting Komentar