Selasa, 30 September 2014

SISTEM KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT NIAS





 

MENDESKRIPSIKAN SISTEM KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT NIAS

NAMA                          LOVEMAN LAROSA
KELAS                         :  XII IPA-2
Guru Pelajaran               :  Ibu Veronika Zai, S,Ag






 Laporan
Sistem Kepemimpinan Dalam Masyarakat Nias
1.      Bagaimana struktur kepemimpinan pada zaman dulu ?
2.      Apakah ada utang atau sesuatu yang mereka bayar bila terpilih jadi seorang pemimpin ?
3.      Bagaimana cara memilih para pemimpin ?
4.      Tugas salawa itu biasanya apa ?
5.      Mengapa harus laki-laki yang harus jadi penerus kepemimpinan ?
6.      Apakah boleh, bila orang lain yang jadi pemimpin atau salawa ?

MENDESKRIPSIKAN SISTEM KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT NIAS
Kepemimpinan tertinggi di pulau NIAS yaitu demak (Bupati).Demak dipilih melalui saran dari bangsa belanda aetenar yang pada saat itu mereka menganggap bahwa orang yang akan dipilih telah memiliki pengetahuan pengalaman dan orang itu juga merupakan keturunan bangsawan.
Kepemimpinan yang kedua yaitu asisten demak (camat). Camat dipilih oleh demak (bupati), karena perintah atau pemerintahan sepenuhnya ditangan demak (bupati) itu sebabnya dia yang harus memilih camat (asisten demak sendiri).
Yang ketiga yaitu TUHENORI ( kepala negeri)Tuhenori adalah suatu jabatan yang ditetapkan untuk memimpin satu wilayah ori.Tuhenori dipilih oleh beberapa salawa atau kepala desa. Tuhenori dipilih oleh beberapa salawa atau beberapa desa. Tuhenori  telah dihapuskan kira-kira tahun 1965.Selain Tuhenori ada yang disebut dubala Nori. Dubala nori dipilih oleh Tuhenori itu sendiri. Dubala nori bertugas sebagai zangombakha hadia mano zalua khora salawa.Baru, salawa meneruskan pada wakilnya.
Kepemimpinan ke empat yaitu SALAWA pada tahun 1940 salawa ditukar menjadi kepala kampong kemudian, pada tahun 50-an diubah menjadi kepala desa yang hingga sekarang nama itu yang digunakan. Tugas salawa yaitu memerintahkan dan mengurus segala keperluan desa. Salawa terbagi atas 2 yaitu :
a.salawa sidaotu (kepala dusun)
bertugas sebagai pemberi pemberitahuan pada kepala keluarga yang dipimpinnya sebanyak
100 kepala keluarga
b. salawa silimawulu (RT/RW)
Memimpin 50 kepala keluarga, bertugas sebagai pemberi pemberitahuan yang memilih salawa sidaotu dan salawa silimawulu yaitu salawa. Selain salawa ada juga yang disebut Dubala Salawa yang dipilih oleh salawa itu sendiri. Bertugas sebagai, wa me’e wehede baniha naso gangowuloa, owasa, ma halowo nifalua ba mbanua da’o.
Dalam empat kepemimpinan tersebut ada pula yang disebut dengan Duru Tuli (sekretaris). Yang memilihnya yaitu pemimpin itu sendiri. Bertugas sebagai sanura-nura hadia ia zoguna ba mbanua, ba bawamareta.
Pada saat semua terlaksana maka dilaksanakan ‘’LATARUO GOWE” . Yang melaksanakan hal tersebut hanya Tuhenori dan salawa. Pada saat lataru’o gowe, Tuhenori ifaoli sifao bagahenia yaia da’o “sanuhe”. Oleh sebab itu sebelum ia melaksanakan manaruo gowe ia memelihara bawi kurang lebih 40 ekor babi. Pada saat manaru’o gowe so sinangea ibua magomonia yaia dao :
1.      Ibua gomo yaia dao sageu sageu mbawi ibe’e khe salawa solo’o yaia faebua mbawi da’o sajilo (6 alisi)
2.      Ibua gomo yaia da’o 20 firo ero sambua salawa
3.      Ibua gomo yaia da’o ana’a fangalinia yaia da’o 20 firo
4.      Ibua gomo ba nori tetangga sajilo mbawi 20 firo
Pada saat Lataruo Gowe Tuhenori sosinangea ioguna’o ma ifake yaia da’o, bala haga moroi ba ana’a, nukha ana’a. Fo’omo nia goi ifake bala hogo, zaru dalinga, ba gaule mbagi.
            Fo’omo salawa goi yaia da’o :
1.      Ibua gomo khora salawa silima wulu ba kho salawa sidaotu yaia da’o 4 alisi mbawi ba lo rofia wiro.
2.      Ibe wangombakha kho Tuhenori 4 alisi mbawi 10 rofia wiro

Pemilihan para pemimpin dulunya turut- menurut dari keturunan bangsawan. Meskipun pemilihan salawa dari yang lain maka orang yang akan dipilih harus memiliki kaitan/hubungan darah/ bersaudara dengan salawa yang telah terpilih. Pemimpinnya juga harus laki-laki, karena perempuan dulunya hanya boli gana’a maksudnya istri orang. 
Ada dua versi “sanuhe” :
a.      Sanuhe yang meneruskan dari orangtua (“samatohu”).
b.      Yang baru disusun anggota peserta mulai dari 1 – 12 orang, yaitu :
1.      Tuhe (Sanuhe) berfungsi sebagai pucuk pimpinan (Sanaru’o banua)
2.      Tambalina : berfungsi sebagai juru bicara dan sebagai wakil pimpinan (sondako/samaduhu’o/samalua angetula)
3.      Fahandrona : berfungsi sebagai mengatur perkampungan dan jejeran rumah-rumah (sanuturu naha nomo)
4.      Siidaofa : berfungsi sebagai yang mengatur tepian dan pemandian umum (sanuturu lala ba hele)
5.      Sidalima : berfungsi sebagai yang menghimpun dan mengatur pembuatan perhiasan-perhiasan emas, perak dll (so’aya dugawa fondani)
6.      Sidaono : berfungsi sebagai yang mengatur dan menghunjuk lokasi pertanian (sanuturu anga’iso, anga’iwa)
7.      Sidafitu : berfungsi sebagai pimpinan perburuan dan nelayan, mengadalan bahan-bahan untuk itu, menentukan lokasi, memulai dan menyelesaikan (Fu/foe)
8.      Sidawalu : berfungsi sebagai wakil pimpinan perburuan dan nelayan (hogu)
9.      Sidasiwa : berfungsi sebagai pembuat dan pengatur pembuatan segala alat-alat pertanian, pertukangan kayu, batu dan besi serta alat-alat senjata (uwu ziambu)
10.  Sidafulu : berfungsi sebagai pelatih pemuda (fotuwuso) pada segala pengetahuan sebagai prajurit desa dan pengawal desa (sangeri fatuwuso)
11.  Sifelezara : berfungsi sebagai panglima perang (balozanuwo)
12.  Sifelendrua : berfungsi sebagai wakil panglima perang (tambalina mbalozanuwo)


Kesimpulan
Jadi, struktur kepemimpinan dahulu dimulai  dari demak, asistendemak, tuhenori, salawa, dan dulu tuli. Dan pemilihan para pemimpin harus berasal dari para bangsawan dan harus laki-laki dikarenakan wanita hanya sebagai menantu artinya dia tinggal pada suaminya.


SISTEM KEPEMIMPINAN SUKU NIAS
Pemerintahan asli suku Nias adalah bentuk pemerintahan adat yang terdiri dari dua tingkatan yaitu:
   1.Banua yang dipimpin oleh Salawa (istilah Nias bagian Utara) atau Si’ulu (istilah Nias bagian Selatan).
   2.Õri yaitu merupakan perluasan dari banua yang dipimpin oleh Tuhenõri atau Si’ulu.
Dalam setiap kesatuan masyarakat hukum, baik tingkat banua maupun tingkat Õri terdapat satu badan Pemerintahan adat (eksekutif) dengan susunan sebagai berikut:
a. Sanuhe merupakan pemimpin didalam lingkungan adat dan berkewajiban mengadakan pesta yang disebut  Fanaru’ö Banua atau mendirikan kampung. Istilah adatnya yakni solobö hili-hili danö atau sanekhe hili-hili danö maksudnya yakni yang menyusun lembaga baru di desa sedangkan Nias bagian selatan Sanuhe disebut sebagai Si’ulu. Proses perolehan gelar Sanuhe jika seseorang sudah menduduki Bosi kesembilan atau bosi kesepuluh dan telah beberapa kali melaksanakan pesta adat. Adapun tugas Sanuhe yakni sebagai:
   1. Sebagai fulitö li atau tempat bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu;
   2. Sebagai sangila huku atau yang mengerti akan hukum serta dapat memutuskan hukuman warga sesuai kesalahan yang diperbuat;
   3. Sebagai orangtua yang tahu tentang Fondrakö;
   4. Sebagai orangtua yang dapat membela warganya dari tekanan luar desanya dari segala hal.
b. Tambalina merupakan orang kedua setelah Sanuhe. Tugasnya yakni membantu Sanuhe dalam melaksanakan tugasnya  Istilah tambalina sering disebut solohe ba ngai danö, artinya yang menggariskan dan menjalankan segala peraturan dan nilai adat yang disesuaikan dalam hukum fondrakö. Adapun tugas tambalina yakni:
   1. Mewakili sanuhe apabila berhalangan
   2. Membantu sanuhe dalam menegakkan hukum fondrakö
   3. Membantu sanuhe dalam memutuskan hukuman
   4. Membantu sanuhe dalam mengadakan hubungan dengan desa lain
c.  Fahandrona, Fahandrona dalam istilah Nias disebut sangehaogö lala ba hele artinya yang membuat atau membersihkan jalan ke permandian/sumur/pancuran. Adapun tugasnya yakni:
Membantu tambalina dalam memberikan petunjuk kepada seluruh warga untuk dapat mematuhi semua garis hukum adat sesuai dengan fondrakö
Membantu tambalina untuk memberikan dorongan kepada selutruh warga desa adat dalam mencari nafkah
Membantu tambalina dalam menggerakan masyarakat membangun desa dan bergotongroyong
Menerima dan melayani segala keluhan warga utuk disampaikan kepada sanuhe agar mendapat keringanan atau pertimbangan.
d.  Si Daöfa dalam istilah Nias disebut sanuturu lala ba nidanö artinya yang menunjuk jalan ke permandian/pancuran/sumur atau yang menunjuk jalan untuk mendapat kebaikan. Adapun tugasnya yakni:

1. Membantu pemimpin lainnya dalam melaksanakan kebersihan desa.
2. Membantu warga untuk mengatur pengukuran dan letak perumahan warga desa, serta mengatur bentuk rumah.
3. Membantu melaksanakan penguburan warga desa yang telah meninggal, letak dan tempatnya, serta melaksanakan apa yang perlu untuk penguburan dan segala pengorbanan lainnya.
4. Membantu fahandrona dalam menunjukan tempat bertani dan berternak warga desa.
5. Membantu menegakkan hukum adat dan hukuman bagi seluruh warga yang melanggar peraturan dalam desa.
Keempat pilar ini secara simbolis biasanya diwujudkan pada keempat tiang utama dalam rumah adat Nias. Dewan pimpinan dalam bahasa Nias di kenal dengan istilah Site’oli. Baik ditingkat banua maupun ditingkat Öri semua Site’oli (Dewan Pimpinan) disebut Salawa. Yang berkedudukan dan berfungsi di banua disebut Salawa Mbanua dan yang berkedudukan di tingkat Öri disebut Salawa Nöri. Masyarakat umum dewasa ini mengenal istilah Sanuhe (yang kini disebut Ketua) untuk tingkat banua yang lazim disebut Salawa dan ditingkat Öri disebut Tuhenöri. Pemerintahan adat suku Nias juga mengenal adanya lembaga legislatif yang di sebut FONDRAKÕ, yaitu suatu badan musyawarah dari tokoh– tokoh adat untuk menetapkan hukum tentang berbagai bidang kehidupan dalam suatu kelompok masyarakat (dapat berupa kelompok marga) dalam suatu wilayah tertentu dengan sangsi-sangsinya yang yuridis dan sakral yang sangat keras.
Tugas empat orang ini juga mengunjungi seluruh warga setiap hari, melihat apakah warga sudah turun berladang, apakah sudah berternak apakah sudah bangun dari tidurnya atau diantara mereka sakit, dan sebagainya. Keempat orang ini disebut Si’ao ba mbawa duwu tuwu artinya yang berteriak diatas tingkap untuk mendorong warga untuk bekerja dan lain-lain.
e. Si Dalima dalam istilah Nias yakni soaya tugawa fondrani artinya pandai emas.  Adapun tugasnya yakni: selain menempa perhiasan warga desa dan perhiasan keempat pemimpin dan istri  keempat pemimpin di atas juga membantu dengan cara lainnya untuk mendukung segala pembangunan dalam desa, membantu tambalina dalam menegakkan adat, membantu fahandrona dalam membersihkan jalan serta turut membersihkan jalan serta turut bergotong royong, mambantu sidaöfa dalam mendorong warga untuk bertani, menjaga kesehatan, serta mengukur dan mengatur letak perumahan warga.
f. Si Daönö adalah orang keenam yang bekerja untuk membantu warga desa mengenai; membantu warga untuk menunjukkan segala kebutuhan hidup warga desa dalam bertani yang baik dan berternak dan membantu warga untuk penentuan waktu turun berladang, ia disebut samataro wangahalö ba danö atau sanuturu tanö anga’iwa.
g. Si Dafitu yang ketujuh, tugasnya yakni:membantu sinuhe sampai sidaönö untuk menemukan tempat perburuan binatang hutan yang disebut sanuturu naha mbolokha, orang ini biasanya disebut Fu, membantu para warga untuk melaksanakan gotongroyong, membantu warga untuk mencari dan menunjukan letak perladangan  yang baik dan tanaman apa yang perlu ditanam di daerah itu, mendorong warga untuk kebersihan lingkungan dan kesehatan dan membantu warga untuk mendorong mendirikan rumahnya dan menunjukan dimana kayu yang bagus agar dapat dipergunakan.
h. Si dawalu juga disebut hogu artinya pangkal atau puncak/ujung. Tugasya yakni membantu  Sinuhe sampai ke si dafitu untuk mencari dimana tempat menunggu ikan di sungai, istilahnya di sebut fafuasa atau berburu ikan, udang dan belut di sungai, istilah lainnya disebut manakhe.
i. Si Dasiwa mempunyai tugas sebagai penempa peralatan dari besi yang dibuat menjadi alat-alat pertanian, seperti cangkul, parang, kapak serta peralatan senjata misalnya tombak, keris, menempa baju besi dan perisai yang disebut dange dan tetenaulu. Biasanya orang ini disebut si ambu atau pandai besi.
j. Si Dafulu disebut samatötö artinya yang bisa menerobos atau sebagai mata-mata dari pada sanuhe, tambalina, fahandrona dan sidaöfa. Adapun tugasnya yakni: sebagai mata-mata dan penerobos segala sesuatu yang terjadi, untuk mencari kebenaran dan menangkap pelaku yang lari atau pembangkang. Si dafulu juga bertugas sebagai samaeri fatuwusö artinya yang mendidik dan melatih pemuda-pemuda untuk segala kepandaian berperang, bela diri, berjiwa berani, gagah dan tangguh sebagai pembela warga desa serta sebagai pasukan perang dan membantu mendorong pemuda unuk berjiwa gotongroyong membangun desa dan membela kebenaran.
k. Si Felezara, orang yang berada di tingkat ini mempunyai tugas yang sangat penting membantu sanuhe, tambalina sampai ke sidaöfa. Si felezara sering juga disebut bohalima atau balözanuwö yang selalu memakai alat perang sehingga disebut soaya dange. Adapun tugasnya yakni: membantu si dafulu dalam ketertiban desa dan keamanan, membantu si dafulu dalam menyusun bala pasukan atau prajurit desa, membantu menjadi mata-mata dan membantu memilih para fatuwusö yang baik dan berani.
l. Si Felendrua, orang-orang yang berada pada tingkat ini adalah seluruh warga masyarakat yang disebut istilahnya ono wobarahao. Seluruh warga harus tunduk kepada pimpinan dan mematuhi segala hokum yang berlaku sesuai yang telah digariskan dalam hukum adat fondrakö yang melanggar akan dihukum. Tugas mereka secara merata adalah mencari nafkah dan berperang bila ada yang menyerang, dibawah pimpinan bohalima dan para fatuwusuö yang gagah dan berani.
Susunan kepengurusan adat tersebut sangat membantu warga terhadap adanya penyelesaian sengketa tanah yang terjadi pada masyarakat Nias, karena semuanya mempunyai peran dan tugas mengupayakan adanya perdamaian secara kekeluargaan atau adat dan berusaha untuk tidak melibatkan pihak pengadilan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi.
Sumber : http://dominiriahulu.wordpress.com/2010/03/15/lembaga-adat-nias/

               


Selasa, 02 September 2014

GEREJA AMIN




GEREJA SEBAGAI INSTITUSI DAN PERSEKUTUAN

1.   Perangkat  Gereja AMIN Jemaat Umbuhumene
1.      Majelis Jemaat
Tugas dan wewenang Majelis Jemaat :
a.       Menetapkan program tahunan Jemaat.
b.      Menetapkan Anggaran dan Pendapatan tahuanan Jemaat
c.       Bersama dengan Wali Wilayah memilih unsur BPHMJ antar waktu untuk diusulkan penetapannya kepada BPHMS
d.      Menilai dan menerima laporan tahunan BPHMJ
e.       Bersama-sama dengan BPHMJ mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Persidangan Jemaat.
2.      BPHMJ
Badan Pekerja Harian Majelis Jemaat adalah pelaksana harian tugas dan wewenang Majelis Jemaat, selanjutnya disingkat BPHMJ.
3.      Pendeta Jemaat Umbuhumene
-          Pdt. Fatisochi Gea, S.Th
-          Pdt. Pdt. Rita Niscaya Waruwu, S.Th
4.      Satua Niha Keriso Kelompok Keluarga
Penatua atau SNK di Gereja Amin Jemaat Umbuhumene ada 18 orang. SNK adalah seorang anggota Jemaat yang telah diteguhkan menjadi seorang penatua disatu kelompok keluarga dan merupakan gelar pelayanan bagi anggota Majelis Jemaat dan Majelis Sinode.
5.      Komisi-Komisi
Kelompok keluarga, Komisi Pelayanan Anak, Komisi Pelayaan Pemuda, Komisi Pelayanan Perempuan, Komisi Pelayanan Bapak, Komisi Pelayanan Kasih, Komisi Majelis Jemaat, Komisi Pendidikan, Komisi Pembangunan.

2.      Struktur Organisasi Gereja AMIN Jemaat Umbuhumene

Sidang Jemaat
Sidang Majelis Jemaat
BPHMJ ---------------Pendeta
         
KK          
KPA                         
KPP
KPPr                     
KPK
KMJ
KPB
KP
KPN
   TK      
  PPA        
          
          Warga Jemaat
                



            

Keterangan :
KK      =     Kelompok Keluarga                                 KMJ    =     Komisi Majelis Jemaat
KPA    =     Komisi Pelayanan Anak                           KP       =     Komisi Pendidikan
KPP     =     Komisi Pelayaan Pemuda                        KPN    =     Komisi Pembangunan
KPPr   =     Komisi Pelayanan Perempuan                  TK       =     Taman Kanak-kanak
KPB    =     Komisi Pelayanan Bapak                         PPA     =     Pendidikan Pelayanan Anak
KPK    =     Komisi Pelayanan Kasih                                                 

3. Pemimpin Gereja AMIN Jemaat Umbuhumene
      Pemimpin Gereja AMIN Jemaat Umbuhumene adalah BPHMJ :
     - Ketua I           : Snk.Fy.Larosa, SE
     - Ketua II          : Snk.Sar.Lombu, AMa.Pd
     - Ketua III        : Snk.Bn.Larosa, Ama.Pd
     - Sekertatis I     : Snk.En.Zebua
     - Sekertaris II    : Snk.Er.Larosa
     - Bendahara I    : Snk.Y.Mendrofa
     - Bendahara II  : Snk.S.Zebua

      Pemimpin Pusat Gereja AMIN
Ketua Umum                          : Bishop Sarofati Gea, S.Th
Sekretaris Umum                    : Pdt. Ododogo Larosa, Mdiv
Bendahara Umum                   : SNK. Drs.Nehemia Harefa,MM
Ketua Dewan Pertimbangan   : Pdt. Fatisokhi Gea, S.Th

4. Anggota Gereja AMIN Jemaat Umbuhumene
     Anggota Jemaat adalah anggota Jemaat yang telah dibaptis dan terdaftar sebagai anggota.
1.      Warga Jemaat (sebanyak 1400 lebih)

5.    Visi Dan Misi Gereja AMIN Jemaat Umbuhumene
     Visi dan Misi Gereja Amin masih belum ada.
     Yang ada hanyalah Tema dan Subtema, antara lain :
       Tema        :    Tuhan itu baik bagi semua orang
       Subtema   :    Dengan kebaikan Tuhan kita tingkatkan kemandirian dan kepedulian untuk serta
                            membangun masyarakat yang cerdas berkeadilan dan berkeadaban.

6.    Aturan-Aturan Gereja AMIN (yang telah disepakati)
1.      Tata Dasar
Tata dasar adalah peraturan pokok atau ketentuan-ketentuan dasar yang mengatur penyelenggaraan pelayanan Gereja Amin.
2.      Tata Rumah Tangga
Tata rumah tangga adalah peraturan pelaksanaan tugas pelayanan sebagaimana disusun dalam Tata Dasar Gereja Amin.
3.      Peraturan Kependetaan
Peraturan kependetaan adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kependetaan mulai dari pengangkatan kependetaan, petugas pelayanan sampai pada berakhirnya masa pelayanan pendeta.
4.      Peraturan keuangan dan pembendaharaan
Peraturan keuangan dan pembendaharaan adalah mengatur pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan serta pembendaharaan gereja.

7.      Sejarah  Berdirinya Gereja AMIN
Gereja AMIN adalah singkatan dari Gereja Angowuloa Masehi Indonesia Nias yang didirikan di
Tetehosi Idanoi dan diresmikan pendiriannya pada tanggal 12 Mei 1946 di Gereja Amin Jemaat
Helefanikha.
       Awalnya Gereja AMIN adalah bagian dari Gereja BNKP namun karena kurangnya pelayanan dari pusat BNKP yang dirasakan oleh warga jemaat maka warga jemaat yang kalah itu digerakkan oleh mantan Pendeta BNKP  Pdt.Singambowo Zebua dan kepala negeri idanoi Adolf Gea memisahkan diri dari BNKP dan mendirikan organisasi baru yang disebut Gereja AMIN.

A.Latar Belakang Berdirinya Gereja AMIN
Gereja AMIN  pertama berdiri di Gereja AMIN Jemaat Tetehôsi, dilatarbelakangi karena adanya perbedaan pendapat dengan gereja yang tunggal yaitu BNKP yang dimulai dengan peristiwa pemindahan Pdt. S. Zebua dari gereja tersebut, lalu kebijakan itu tidak dapat diterima dan menyatakan keluar dari gereja dan bergabung dengan Tuhenôri Adolf Gea untuk mendirikan gereja AMIN. Selain peristiwa tersebut, kasus lain juga terjadi yaitu tidakdiundangnya Tuhenôri Adolf pada persidangan sinode BNKP, yang hal ini dianggapsebagai pelecehan dan menyepelekan Tuhenôri Idanoi. Namun, demikian hal tersebut tidak dihadapi dengan konflik atau perang, melainkan menghindar dari ketegangan dengan cara memisahkan diri dari BNKP dan mendirikan organisasi gereja baru bernama Angowuloa Masehi Idanoi Nias. Menurut Adolf Gea bahwa tindakan mendirikan gereja AMIN bukanlah perpecahan dan perkelahian, melainkan sebagai upaya untuk menjaga kekristenan di wilayah Idanoi.
Pada tahun 1944 berkunjunglah Pdt. Tuan Bell yaitu Pdt. Distrik Helefanikha di pos pelayanan BNKP Tetehôsi untuk melayani kebaktian minggu sekaligus mengadakan pertemuan kepada pengurus pos pelayanan di Tetehôsi. Dalam pertemuan tersebut pengurus meminta kepada Pdt. Tuan Bell untuk memberikan dana guna melengkapi bahan bangunan yang diperlukan untuk pembangunan pos pelayanan. Karena beliaulah yang memegang semua keuangan termasuk kolekte warga, maka kepadanya diminta sebagian kebutuhan bangunan. Tetapi Pdt. Tuan Bell tidak menghiraukan permohonan pengurus pos pelayanan yang dipimpin oleh Adolf Gea ( A. Rorogô Gea) sebagai Tuhenôri (kepala negeri Idanoi). Oleh karena Tuan Bell tidak mendengar keluhan warga jemaat, maka terjadilah perdebatan yang hebat dalam pertemuan tersebut hingga sampai pada pertengkaran adu mulut yang akhirnya terjadilah pertengkaran fisik (saling mendorong pintu dan membantingnya), karena Pdt. Tuan Bell yang memegang kekuasaan untuk melayani di pos tersebut, maka ia mengambil kesimpulan untuk menutup gereja dan sejak saat itu tidak ada kebaktianyang dilayani pihak BNKP termasuk dari Pdt. Tuan Bell.
Sebagai pimpinan pos pelayanan Adolf Gea mengadakan pertemuan dengan pengurus lainnya dan mengundang para kepala desa antara lain: A. Duhuaro Gea(kades Siwalubanua I), A. Rusia Hinare (kades Siwalubanua II), A. Waigi Gea (kadesSimanaere), A. Gasiti Hura (kades Idanotae), A. Dali’aro Larosa (kades Binaka), dan A.Wangali Gea yang merupakan tokoh adat di Tetehôsi, serta semua tokoh-tokoh adat dan masyarakat selingkungan negeri Idanoi. Pertemuan ini menghasilkan satu keputusan untuk mendirikan Losu (tempat ibadah sementara) yang baru (Losu dimaksud masih dikenang keberadaanya, yaitu sebuah pondok sebelum pintu masuk gedung Gereja AMIN Jemaat Tetehôsi sekarang ini). Mereka melaksanakan ibadah yang dilayani oleh pelayan yang ada di pos pelayanan yaitu satua Gosali (SNK) A. Daliaro Hura(warga desa Idanotae). Setiap hari minggu semua warga Idanoi selalu beribadah di Losu, walaupun hanya bentuk persekutuan doa saja.
Tiga bulan setelah Pdt. Tuan Bell meninggalkan pelayanan di Tetehôsi,berkunjunglah Pdt. S. Zebua (A. Wili Zebua) di Tetehôsi dan mengkonfirmasikan kepada Adolf Gea bahwa dirinya sudah dipecat dari jabatan kependetaan dan sekum BNKP dan sebaliknya juga Adolf Gea menceritakan sikap dan perbuatan Pdt. TuanBell terhadap warganya. Oleh karena itu mereka menyatakan pendapat untuk keluar dari BNKP. Akhirnya mereka mengadakan pertemuan dan mengundang orang-orang berpengaruh di negeri Idanoi. Adapun yang bertemu saat itu adalah:
1.Adolf Gea (Tuhenôri Idanoi)
2.Pdt. S. Zebua/ Ama Wili Zebua (mantan Pdt dan Sekum BNKP)
3.A. Ziedi (Jaksa yang ada di Idanoi)
4.A. Mbowo Gea (adik kandung Adolf Gea)
5.A. Duhu’aro Gea (kades Siwalubanua I)
6.A. Rusia Hinare (kades Siwalubanua II)
7.A. Waigi Gea (kades Simanaere)
8.A. Gasili Hura (kades Idanotae)
9.A. Dali’aro Larosa (kades Binaka)
10.A. Wangali Gea (tokoh adat dari Tetehôsi)
11.A. Bohou Gea (Fadoro/ warga gereja BNKP Helefanikha)
12.A. Zofu Gea (Hilizarito/warga desa BNKP Helefanikha)
13.A.Zaniba Gea (kades Ombolata)
14.A. Ratima Zamasi (kades Bagoa).

Mereka mengadakan musyawarah mufakat sehingga menghasilkan suatu keputusan yang bulat dan tekat yang kuat untuk keluar dari gereja BNKP dan mendirikan suatu organisasi baru. Sejak saat itulah mereka bertekad untuk membuka pos-pos pelayanan yang baru selain yang sudah ada yaitu di Tetehôsi. Adapuntempat pelayanan yangbaru mereka buka adalah  Sisarahili, Onowaembo, Umbuhumene, Ombôlata, Bagoa, Siônôbanua, Ladea, Lasara’o’o, Hetalu dan Gidô Sebua Dua.
Bersama dengan membuka pos pelayanan yang baru mereka juga menghimbau warga untuk memulai membangun tempat-tempat ibadah, tetapi bangunan dan pusat pelayaan tetap di Tetehôsi. Setelah bangunan gedung gereja diTetehôsi selesai, kesebelas jemaat di atas mufakat untuk meresmikan organisasi gerejanya dengan nama Gereja Angowuloa Idanoi Nias yang disingkat dengan GerejaAMIN pada tanggal 5 Mei 1946. Kemudian pada tanggal pendirian itu digeser menjadi tanggal 12 Mei 1946, karena pada waktu itu ada pandangan yang mengatakan bahwa tanggal 5 Mei itu adalah hari yang buru (perhitungan hari berdasarkan bulan ; adanya istilah tesa’a, tuli, akhômita).Kesebelas jemaat terutama para tokoh-tokoh pendiri GerejaAMIN menyumbangkan babi sebanyak 40 ekor untuk dipotong dalam peresmian itu.
Karena sebagian besar warga gereja BNKP distrik Helefanikha sudah menjadi warga gereja AMIN, maka kira-kira lima bulan setelah peresmian pendirian nama gereja AMIN di Tetehôsi, maka datanglah pengurus dari BNKP menyerahkan gedung gereja BNKP distrik Helefanikha kepada pengurus gereja AMIN yang dihadiri tokoh-tokoh adat dan tokoh masyarakat. Pada saat penyerahan gedung gereja BNKPdistrik Helefanikha ini para pengurus dan tokoh-tokoh pendiri gereja AMIN menyumbangkan 8 ekor babi untuk dipotong sebagai sambutan atas penyerahan dan kedatangan pengurus dari BNKP. Adapun mereka yang datang dari BNKP antara lain:Helumano (A. Watisa Ndraha), dan Roko-roko Buaya dari Sogae’adu. Mereka menyatakan bahwa gedung gereja BNKP distrik Helefanikha menjadi milik gereja AMIN.Berdasarkan data di atas, maka jelaslah bahwa Gereja AMIN Jemaat Tetehôsi berdiri pada 12 Mei 1946. Tetapi, dalam sidang AM tahun 2007 dinyatakan bahwa Gereja AMIN didirikan pertama kali di Tetehôsi dan diresmikan di Helefanikha. Padawaktu itu jemaat cukup banyak yaitu sekitar 2500 jiwa.

B. Kronologi Sejarah
·         Tahun 1865 : Misi Protestan di pulau Nias dimulai oleh RMG. Pada saat itu, penduduk pulau masih memeluk agama leluhur.
·         Tahun 1900 : Ketika kekuasaan kolonial Belanda masuk, pertumbuhan jemaat Kristen kian melambat lambat (706 pada tahun 1890).
·         Tahun 1916-1929 : komunitas Kristen di Nias mengalami kebangunan rohani besar yang mengakibatkan pertumbuhan kekristenan yang pesat.
·         Tahun 1936 : Sinode BNKP pertama diselenggarakan.
·         Tahun 1946 : (1 Mei) Gereja AMIN memisahkan diri dari BNKP . Alasan paling kuat yang digunakan adalah gaya kepemimpinan BNKP yang legalistis dan kewenangan para pemimpin tradisional (adat) di dalam gereja, sehingga gereja itu hanya terbatas pada satu kepala Adat (Nias). Tokoh utama di balik pendirian Gereja AMIN adalah Adolf Gea dan Pdt. Sigambowo Zebua.
·         Tahun 1946 : (12 Mei) Gereja AMIN yang berdiri di Tetehosi, peresmiannya dilaksanakan di Helefanikha pada tanggal 12 Mei 1946.
·         Tahun 1980 : (22 Juli) Gereja AMIN masuk Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).


8.      FUNGSI ROH KUDUS
       Fungsi roh kudus adalah sebagai penolong bagi orang percaya yang memberi dan mangaruniakan
iman, ketakwaan rohani, buah-buah roh (Galatia 5:22-25).
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com