MAKALAH DASAR ILMU TANAH
BATUAN SUMBER BAHAN INDUK TANAH
Oleh :
Loveman Larosa
150420014
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena atas berkat dan kasih karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Dasar Ilmu Tanah yang berjudul “Batuan Sumber Bahan Induk Tanah”.
Adapun makalah Dasar Ilmu Tanah tentang “Batuan Sumber Bahan Induk Tanah” ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah kami ini.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Medan, 5 Desember 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemahaman bahan yang disebut batuan dapat disimak melalui konsep kerak bumi. Kerak bumi merupakan suatu lapisan terluar tubuh bumi, terdiri dari atmosfir, hidrosfir dan litosfir. Sedangkan bagian terdalam tubuh bumi disebut barisfir, terdiri atas bahan berkerapatan jenis tinggi, berwujud kantung logam padat, diselimuti lapisan konsentris bahan kurang rapat.
Komposisi litosfir dari suatu tempat ke tempat lain akan beragam, tergantung kepada faktor temperatur dan tekanan yang merajai di tempat itu. Faktor-faktor ini digunakan sebagai landasan menjadi tiga lingkungan termodenamik, yaitu : 1) mintakat magmatik > 5.000 atmosfir dan temperatur ± 1.0000 C, 2) mintakat metamorfisma, terletak di atas mintakat magmatik, bertekanan ribuan atmosfir dan bertempertatur sekitar 3740 C, dan 3) mintakat lapukan, terletak di atas mintakat metamorfisma, mempunyai tekanan beragam dari setara tekanan atmosfir sampai setara tekanan dasar laut dan mempunyai temperatur mendekati temperatur permukaan bumi.
Jika dikaitkan dengan pembentukan batuan, maka perhatian dipusatkan pada mintakat lapukan, yang merupakan bagian terluar litosfir. Melalui berbagai proses geologis, bahan – bahan batuan dari jeluk 10-12 mil di bawah permukaan bumi akan terangkat ke permukaan bumi, dan dengan waktu akan menjadi bagian mintakat lapukan.
Jadi berdasar konsep diatas, bahan-bahan penyusun batuan berasal dari pusat tubuh bumi, yang setelah melalui serangkaian proses akan terubah menjadi batuan. Batuan merupakan suatu massa padat, tersusun atas satu atau lebih pelikan (Poerwowidodo, 1991)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari batuan sumber bahan induk tanah ?
2. Apa saja klasifikasi dari batuan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mampu memahami defenisi dari batuan sumber bahan induk tanah.
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dari batuan.
3. Sebagai pelengkap tugas mata kuliah Dasar Ilmu Tanah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Batuan Sumber Bahan Induk Tanah
Tubuh tanah yang ditemui saat ini berasal dari suatu bahan induk tanah setelah bahan itu melalui serangkaian proses pembentukan tanah. Hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut :
Bahan Induk Tanah Tubuh Tanah
proses-proses pembentukan tanah
Contoh perbedaan konsep bahan induk tanah dapat diperoleh dengan membandingkan konsep pedolog Jenny (1941 dalam Poerwowidodo 1991) dan Joffe (1949 dalam Poerwowidodo 1991 ).
Jenny (1941 dalam Poerwowidodo 1991) menyatakan bahwa bahan induk tanah adalah semua bahan alami, tanpa melihat asal-usul, wujud, ukuran dan watak bahan, yang ditemui di suatu tempat pada saat awal proses pembentukan tubuh tanah dimulai. Ini berarti bahwa bahan induk tanah dapat berupa batuan dan bahan batuan-batuan.
Joffe (1949 dalam Poerwowidodo 1991) menyatakan bahwa bahan induk tanah merupakan suatu bahan berasal dari batuan, yang terbentuk setelah melalui serangkaian pelapukan fisis-kimiawi.
Jika dihubungkan dengan jenis-jenis tanah yang dikenal saat ini, maka konsep bahan induk dari Jenny (1941 dalam Poerwowidodo 1991) lebih bersifat umum, sedangkan Joffe (1949 dalam Poerwowidodo 1991) lebih menekankan kepentingan batuan sebagai bahan induk tanah-tanah pelikan saja. Namun pada hakikatnya, kedua konsep diatas sama-sama sependapat mengenai kepentingan batuan sebagai bahan penting dalam pembentukan tubuh tanah (Poerwowidodo, 1991).
Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan mineral baik yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi yang merupakan penyusun utama kerak bumi serta terbentuk sebagai hasil proses alam. Batuan bisa mengandung satu atau beberapa mineral. Sebagai contoh ada yang disebut sebagai monomineral rocks (batuan yang hanya mengandung satu jenis mineral), misalnya marmer, yang hanya mengandung kalsit dalam bentuk granular, kuarsit, yang hanya mengandung mineral kuarsa. Di samping itu di alam ini paling banyak dijumpai batuan yang disebut polymineral rocks (batuan yang mengandung lebih dari satu jenis mineral), seperti granit atau monzonit kuarsa yang mengandung mineral kuarsa, feldspar, dan biotit.
Atas dasar cara terbentuknya, batuan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. batuan beku : sebagai hasil proses pembekuan atau kristalisasi magma
2. batuan sedimen : sebagai hasil proses sedimentasi
3. batuan metamorf : sebagai hasil proses metamorfisme (Hardjowigeno, 2010).
2.2 Klasifikasi Batuan
Batuan dapat dikelompokkan berdasarkan asal pembentukannya menjadi tiga divisi, yaitu : 1) batuan beku, yang berasal dari pemadatan magma, 2) batuan endapan, yang berasal dari konsolidasi endapan-endapan yang terangkut air atau angin, dan 3) batuan alihan, yang berasal dari proses-proses perubahan bentuk lebih lanjut dari batuan beku atau endapan.
1. Batuan Beku
Batuan beku (ignias, asal kata Latin ignis = api) berasal dari pemadatan (solidifikasi) magma cair. Magma adalah suatu massa batu cair di dalam tubuh bumi. Jika bahan ini terhambur ke permukaan bumi, disebut lava. Magma dan lava mengandung berbagai hablur atau jarah padat lain. Batuan beku seluruhnya tersusun dari hablur.
Magma terbentuk melalui pencairan atau pelarutan batuan di dalam perut bumi akibat tingkat pemanasan tinggi. Temperatur magma berkisar antara 6000 C sampai 1.2000 C. Setiap jenis batuan mempunyai titik ambang pencairan tertentu, dan pada temperatur setinggi itu, umumnnya semua batuan akan dapat mencair.
Pembentukan magma terjadi di seluruh bagian perut bumi asalkan temperaturnya cukup tinggi untuk mencairkan dan melarutkan batuan. Pencarian batuan ini terjadi pada jeluk sekitar 17, 85 , 170 km atau lebih. Batu mencair ini segera mencari jalan keluar dan melarutkan pula batuan yang bersinggungan di sepanjang lorong perjalanan menuju permukaan bumi.
Batu cair ini mempunyai bobot lebih ringan dibanding batu padatnya. Bobot ini terus menurun dengan meningkatnya kandungan gas. Jika magma terkena besar (6000 ton/inc2 pada jeluk 34 km) dari batuan padat disekelilingnya, akan tergerak dan arah gerakannya adalah ke permukaan bumi oleh karena tekanannya paling rendah. Pergerakan ini ditunjang pula oleh tingkat kelarutan batuan cair yang besar dan jjuga oleh kakas mengembang gas-gas dalam magma. (Poerwowidodo, 1991).
A. Proses pembentukan
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan atau kristalisasi magma. Proses ini merupakan proses perubahan fase dari fase cair (lelehan, melt) menjadi fase padat, yang akan menghasilkan kristalkristal mineral primer atau gelas. Proses pembekuan magma (temperatur dan tekanan) akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan, sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal. Karakteristik tekstur dan struktur pada batuan beku sangat dipengaruhi oleh waktu dan energi kristalisasi. Apabila terdapat cukup energi dan waktu pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal berukuran besar, sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat, maka kristal tidak sempat terbentuk dan cairan magma akan membeku menjadi gelas. Proses ini sangat identik dengan pembuatan gula pasir, di mana untuk membuat gula yang berukuran kasar diperlukan waktu pendinginan relatif lebih lama dibandingkan gula yang berukuran halus.
Berdasarkan kecepatan pendinginan ini, maka batuan beku dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu batuan beku plutonik, hipabisal dan batuan beku volkanik yang berturut-turut mempunyai ukuran kristal dari yang paling kasar ke halus.
Urutan mineral yang terbentuk dari kristalisasi magma seiring dengan penurunan suhu dapat dilihat pada Bowen's reaction series
Pada seri reaksi Bowen terdapat 2 kelompok, yaitu:
1. seri terputus (discontinuous series), dimana mineral yang terbentuk mempunyai struktur kristal dan komposisi yang berbeda-beda
2. seri berkesinambungan (continuous series), dimana mineral yang terbentuk mempunyai struktur kristal yang sama, namun komposisi kimia penyusunnya yang berbeda.
Akhirnya pada cairan magma akan tersisa silika, potasium dan sodium yang akan kemudian akan membentuk mineral-mineral K-feldspar, muskovit dan kuarsa. Batuan beku berdasarkan atas genesa dapat dibedakan menjadi batuan beku intrusif, yang terbentuk di bawah permukaan bumi, dan batuan beku ekstrusif, yang membeku di atas permukaan bumi. Batuan beku ekstrusif masih
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu batuan aliran (efusif) dan ledakan (eksplosif).
B. Karakteristik
B.1. Sifat fisik
Pengamatan fisik yang perlu diamati adalah warnanya saja. Warna dapat mencerminkan proporsi kehadiran mineral terang (felsik) terhadap mineral berwarna gelap (mafik). Dari pengamatan warna ini, dapat memberikan penafsiran kepada tipe batuan asam, menengah, basa dan ultrabasa. Batuan beku asam memiliki warna relatif lebih terang dibandingkan dengan batuan beku menengah ataubasa.
B.2. Tekstur
Pengamatan tekstur meliputi, tingkat kristalisasi, keseragaman kristal dan ukuran kristal yang masing-masing dapat dibedakan menjadi beberapa macam.
1. Tingkat kristalisasi
a. Holokristalin, seluruhnya terdiri atas kristalin
b. Holohyalin, seluruhnya terdiri atas gelas
c. Hypohyalin, sebagian kristal dan sebagian gelas.
2. Keseragaman kristal
a. Equigranular, mempunyai ukuran kristal yang relatif seragam. Sering dipisahkan menjadi idiomorfik granular (kristal berbentuk euhedral), hypidiomorfik granular (kristal berbentuk subhedral) dan allotriomorfik granular (kristal berbentuk anhedral).
b. Inequigranular (porfiritik), mempunyai ukuran kristal yang tidak seragam. Kristal yang relatif lebih besar disebut sebagai fenokris (Kristal sulung), yang terbentuk lebih awal. Sedangkan kristal yang lebih halus disebut sebagai massa dasar.
c. Afanitik, jika batuan kristalin mempunyai ukuran kristal yang sangat halus dan jenis mineralnya tidak dapat dibedakan dengan kaca pembesar.
3. Ukuran Kristal
a. < 1mm : halus
b. 1,5mm : sedang
c. > 5mm : kasar
B.3. Komposisi
Mineral pada batuan beku dapat dikelompokkan menjadi mineral utama dan mineral asesori.
Mineral utama merupakan mineral yang dipakai untuk menentukan nama batuan berdasarkan komposisi mineralogi, karena kehadirannya pada batuan melimpah. Contoh: ortoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen dan olivin.
Mineral asesori adalah mineral yang keberadaannya pada batuan tidak melimpah, namun sangat penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau hornblende pada granit biotit atau granit hornblende. Mineral yang sangat halus, misalnya pada batuan yang bertekstur afanitik, cukup disebutkan kelompok mineralnya saja, misalnya mineral felsik, intermediate atau mineral mafik. Contoh: Riolit tersusun oleh mineral felsik.
B.4.Struktur
Struktur pada batuan beku adalah kenampakan hubungan antara bagianbagian batuan yang berbeda. Struktur ini sangat penting di dalam menduga karakteristik keteknikan, misalnya pada batuan beku yang berstruktur kekar tiang (columnar joint) akan mempunyai karakteristik keteknikan yang berbeda dengan batuan beku yang berstruktur kekar lembaran (sheeting joint). Kedua struktur ini hanya dapat diamati di lapangan.
Macam-macam struktur yang sering dijumpai pada batuan beku adalah:
a. Masif : bila batuan pejal tanpa retakan aau lubang gas
b. Teretakkan : bila batuan mempunyai retakan (kekar tiang atau kekar lembaran)
c. Vesikuler : bila terdapat lubang gas. Skoriaan, jika lubang gas tidak saling berhubungan; Pumisan, jika lubang gas saling berhubungan; Aliran, bila ada kenampakan aliran pada orientasi lubang gas.
d. Amigdaloidal : bila lubang gas terisi oleh mineral sekunder (Hardjowigeno, 2010).
a. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur
Tekstur batuan memaparkan wujud bahan dan ukuran komposisi bahan pelikan yang menyusun suatu jenis batuan. Gatra tekstur batuan ini lazim digunakan sebagai salah-satu dasar klasifikasi batuan beku. Tekstur batuan beku dibagi menjadi empat kelompok, yaitu : 1) tekstur butiran, 2) tekstur padat, 3) tekstur bening, dan 4) tekstur sibir.
Tekstur butiran
Ukuran butiran pelikan penyusun batuan cukup besar sehingga memungkinkan ditetapkan secara megaskopis. Kelompok batuan ini mempunyai suatu volume tubuh yang seluruhnya tersusun atas hablur pelkan berukuran Ø > 0.002 mm.
Tekstur padat
Ukuran butiran pelikan penyusun batuan terlalu kecil sehingga tidak memunginkan ditetapkan secara megaskopis.
Tekstur bening
Bahan penyusun batuan tidak menghablur sehingga batuan menyerupai kaca.
Batuan sibir
Bahan penyusun batuan terdiri dari sibir-sibir pelikan dan batuan.
b. Klasifikasi Berdasarkan Mode Pembentukan
Batuan beku merupakan hasil penghabluran magma yang terjadi pada berbagai keadaan fisis dan temperatur. Ini juga berarti bahwa kecepatan pendinginan suatu magma akan berbeda. Berdasarkan hal ini batuan beku dikelompokkan menjadi : 1) batuan plutonik/batuan dalam yaitu pemadatan magma berlangsung di perut bumi, pada jeluk sangat dalam. Contoh: batu granit, 2) batuan intrusif/batuan retas yaitu pemadatan magma berlangsung di dalam saluran perut bumi, sehingga dapat menyumbat saluran itu. Contoh : pegmatit, aplit dan granit porfir, 3) batuan ekstrusif/batuan efusif/batuan vulkanik yaitu pemadatan magma terjadi di permukaan bumi sebagai hasil kegiatan vulkanik yang menyebabkan magma mengalir ke luar. Contoh : tufa liparit dan tufa kuarsa porfir.
c. Klasifikasi Berdasarkan Kandungan SiO2
Pembagian batuan beku menurut keasamannya didasarkan pada kandungan SiO2 . Kriteria pembagian ini adalah sebagai berikut:
Batuan asam jika kandungan SiO2 > 65 %
Batuan intermidier jika kandungan SiO2 52-65%
Batuan basa jika kandungan SiO2 45-52 %
Batuan ultra basa jika kandungan SiO2 < 45 % (Poerwowidodo, 1991).
2. Batuan Endapan
Batuan endapan (Latin: sedimentum = pengendapan) merupakan sekelompok batuan tertentu yang pembentukannya melalui proses-proses pengendapan melalui air atau udara ke berbagai permukaan bumi.
A. Proses pembentukan
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses sedimentasi, yang meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan deposisi (pengendapan). Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik maupun pelapukan kimia. Proses erosi dan transportasi terutama dilakukan oleh media air dan angin. Proses pengendapan terjadi jika energi transport sudah tidak mampu mengangkut detritus tersebut. Material yang lepas ini akan diubah menjadi batuan dengan proses diagenesis dan litifikasi, yang termasuk di dalamnya kompaksi dan sementasi.
Secara umum batuan sedimen dapat dibedakan menjadi dua golongan besar berdasarkan cara pengendapannya, yaitu batuan sedimen klastik dan nonklastik.
1. Batuan sedimen klastik tersusun atas butiran-butiran (klastika) yang terbentuk karena proses pelapukan secara mekanis dan banyak dijumpai mineral-mineral alogenik. Mineral-mineral alogenik adalah mineral yang tidak terbentuk pada lingkungan sedimentasi atau pada saat sedimentasi terjadi. Mineral ini berasal dari batuan asal yang telah mengalami transportasi dan kemudian terendapkan pada lingkungan sedimentasi. Pada umumnya berupa mineral yang mempunyai resistensi tinggi, seperti kuarsa, plagioklas, hornblende, garnet dan biotit.
2. Batuan sedimen non-klastik, terbentuk karena proses pengendapan secara kimiawi dari larutan maupun hasil aktivitas organik dan umumnya tersusun oleh mineral-mineral autigenik. Mineral-mineral autigenik adalah mineral yang terbentuk pada lingkungan sedimentasi, seperti gipsum, anhidrit, kalsit dan halit.
B. Karakteristik
B.1. Sifat fisik
Pengamatan fisik meliputi pengamatan warna dan derajat kompaksi. Warna batuan sedimen dapat mencerminkan komposisi dominan atau jenis semen penyusunnya, misalnya batuan sedimen yang berukuran pasir berwarna kuning atau kemerahan dapat diduga bahwa batuan tersebut disemen oleh material yang tersusun oleh oksida besi.
B.2. Tekstur
Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang berhubungan dengan butiran penyusunnya, seperti ukuran butir, bentuk butir, hubungan antar butir (kemas). Secara umum tekstur batuan sedimen dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu klastik dan non-klastik.
Pada tekstur klastik, yang diamati meliputi:
a. Ukuran butir yang dapat dipisahkan berdasarkan skala Wentworth, seperti bongkah (> 256 mm), berangkal (64 . 256 mm), kerakal (4 . 64 mm), kerikil (2 . 4 mm), pasir (0,063 . 2 mm), lanau (0,004 . 0,063 mm) dan lempung (< 0,004 mm).
b. Sortasi (pemilahan) dapat berupa sortasi baik, jika besar butiran penyusunnya relatif sama dan sortasi buruk, jika besar butiran penyusunnya tidak sama.
c. Bentuk butir dibedakan atas bentuk menyudut (angular) dan membundar (rounded) serta menyudut/membulat tanggung (subangular atau subrounded).
d. Kemas dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kemas terbuka (matrix supported), jika butiran yang berukuran besar (fragmen) tidak saling bersentuhan atau mengambang dalam matrik. Kemas tertutup (class supported) jika butiran penyusunnya saling bersentuhan satu sama lain.
Pada batuan sedimen yang berukuran > 2 mm, masih dapat dideskripsi lebih detail mengenai fragmen (butiran yang lebih besar dari ukuran pasir), matrik (butiran yang berukuran lebih kecil dari fragmen dan diendapkan bersama-sama fragmen), dan semen (material halus yang menjadi pengikat antara matrik dan fragmen. Semen dapat berupa silika, karbonat, sulfat, atau oksida besi. Pada batuan yang bertekstur non-klastik umumnya memperlihatkan kenampakan mozaik dari kristal penyusunnya. Kristal penyusun biasanya terdiri dari satu macam mineral (monomineralik), seperti gipsum, kalsit, dan anhidrit.
Macam-macam tekstur non-klastik adalah:
a. Amorf : berukuran lempung/koloid
b. Oolitik : kristal berbentuk bulat yang berkumpul, ukurannya 0,25 . 2 mm
c. Pisolitik : sama seperti oolitik, ukuran butir kristalnya > 2 mm
B.3. Struktur
Struktur pada batuan sedimen sangat penting baik untuk geologi maupun geologi teknik. Pada analisis geologi struktur ini dapat digunakan untuk menganalisis kondisi tektonik dari daerah dimana batuan sedimen tersebut dijumpai. Di samping itu pada bidang batas struktur sedimen secara keteknikan merupakan bidang lemah. Macam struktur sedimen yang dapat dijumpai, misalnya:
a. Perlapisan atau laminasi sejajar, bentuk lapisan yang pada awalnya terbentuk secara horizontal. Posisi lapisan ini dapat berubah jika terkena proses tektonik, misalnya perlapisan \miring atau terkena patahan.
b. Perlapisan silang-siur, perlapisan batuan saling potong-memotong pada skala kecil, biasanya melengkung.
c. Perlapisan bergradasi (graded bedding), yang dicirikan oleh perubahan ukuran butiran pada satu bidang perlapisan. Masif, apabila tidak dijumpai lapisan atau laminasi.
B.4. Komposisi
Pengamatan komposisi pada batuan sedimen lebih kompleks daripada pada batuan beku, karena batuan sedimen dapat tersusun oleh fragmen batuan maupun mineral. Namun pada pengamatan komposisi yang ditekankan cukup pada pengamatan komposisi fragmen dan semen. Fragmen dapat berupa butiran mineral yang berukuran lebih dari 2 mm maupun batuan lain (beku, sedimen, dan metamorf). Semen biasanya tersusun oleh mineral-mineral berukuran halus, seperti lempung, gipsum, karbonat, oksida besi dan/atau silika. Jenis semen ini akan berpengaruh terhadap karakteristik keteknikan dari batuan sedimen. Batuan yang tersemen silika akan mempunyai karakteristik keteknikan yang lebih baik daripada batuan yang tersemen karbonat. Jenis semen ini bisa diperkirakan dengan menggunakan alat bantu, misalnya HCl untuk menentukan hadirnya material karbonat. Semen gipsum biasanya mempunyai warna hamper sama dengan karbonat, hanya tidak bereaksi dengan HCl. Semen oksida besi biasanya berwarna kuning atau merah. Sedangkan semen silika biasanya sangan keras (Buchman,1969).
a. Sumber Bahan Endapan
Lima sumber utama bahan-bahan endapan adalah : 1) bahan letupan gunung api, 2) serpihan batuan hasil pelapukan, 3) hasil peruraian batuan, 4) presipitat dari larutan, dan 5) jabaran bahan organik.
a.1. Bahan letupan gunung api
Bahan asli letupan gunung api sangat sedikit ditemui pada kebanyakan batuan endapan, dan bukan merupakan bahan penting penyusun batuan itu. Bahan letupan gunung api yang terlontarkan ke udara saat terjadi letupan disebut eflata dan jika mengeras menjadi tufa.
a.2. Serpihan batuan hasil pelapukan
Pemecahan batuan cenderung meningkat jika di tempat batuan itu tidak terdapat tetumbuhan. Batuan yang tidak tertutupi tetumbuhan ini menjadi sasaran panas matahari dan hujan. Proses penghancuran batuan secara mekanis ini melalui : a) perubahan-perubahan temperatur, yang menyebabkan pengembangan dan pengerutan berulang-ulang, dan b) pembekuan dan pencairan silih berganti.
a.3. Peruraian batuan
Hasil-hasil penting peruraian batuan adalah : i) garam-garam dapat larut, ii) bahan-bahan koloid, iii) hasil pelapukan tidak larut/pelikan sekunder, dan iv) pelikan tahan peruraian.
a.4. Presipitat dari Larutan
Presipitasi dari air danau, sungai atau laut, tanpa adanya bantuan suatu biang organik, hanya terjadi pada keadaan khusu, yang tergantung kepada lingkungan setempat. Hal ini menyebabkan presipat yang terbentuk secara anorganik, hanya mempunyai takaran sedikit, daripada presipat yang dirangsang oleh hadirnya biang-biang organik.
a.5. Jabaran bahan organik
Banyak bahan-bahan yang terlarut dalam air permukaan bumi merupakan hasil penceraan oleh jasad hidup selama proses hidupnya, dan pada suatu lingkungan sesuai bahan-bahan ini akan terlonggok membentuk endapan organik. Contoh terpenting adalah kalsium karbonat yang membentuk berbagai bagian hewan bertulang belakang.
b. Macam Bahan Endapan
Macam- macam batuan endapan utama, yaitu : i) batuan endapan klastik, mencakup: konglomerat, batu pasir, batu debu dan shale, ii) batuan endapan kimiawi, mencakup: kalsium karbonat, magnesium karbonat, silika, pelikan besi, sodium klorida, kalsium sulfat, magnesium sulfat, potasium sulfat dan senyawa klorida, iii) batuan endapan organik, mencakup: endapan berkapur, bersilikat dan berkarbon.
Bahan-bahan klastik dibawa oleh arus air, angin, gelombang laut dan diendapkan di tempat tertentu jika laju biang pengangkut menjadi tidak memadai lagi untuk memindahkan lebih jauhjarah-jarah itu. Endapan oleh air tawar dan angin dapat terjadi di lahan atau danau, dan bentuk endapan ini menjadi kurang penting dibanding endapan di laut.
c. Klasifikasi Batuan Endapan
Batuan endapan terdiri dari berbagai kelompok batuan sehingga menyulitkan penyusunan klasifikasinya yang memuaskan. Beberapa cara pengklasifikasian batuan endapan adalah : 1) klasifikasi berdasar wujud bahan endapan, 2) klasifikasi berdasar mode pembentukan.
c.1. Klasifikasi Berdasarkan Wujud Bahan Endapan
Berdasar wujud bahan yang diendapkan, batuan endapan dapat diklasifikasikan menjadi lima divisi, yaitu : a) endapan klastik atau serpihan, b) endapan kimiawi, c) endapan organik d) endapan piroklastik e) endapan sisa.
Batuan klastik/serpih ini mencakup seluruh endapan yang tersusun dari serpih batuan dan bahan-bahan padat hasil peruraian dari serpih batuan dan bahan-bahan padat hasil peruraian sejumlah batuan tua. Pembagian batuan klastik ke dalam kelas-kelas adalah berdasar pada ukuran garis tengah butiran bahan penyusun. Batuan yang termasuk kelompok ini meliputi : boulder, pebbles, kerikil, pasir, lumpur, lempung dan bentuk konsilodasinya, seperti : konglomerat, batu pasir dan shale.
Endapan kimiawi mencakup seluruh longgokan yang terbentuk secar langsung melalui presipitasi dari larutan. Batuan yang termasuk kelompok ini adalah : kalsium karbonat, klorida-klorida, sulfat-sulfat, nitrat-nitrat, borat-borat dan alkali karbonat.
Endapan organik merupakan endapan yang tersusun dari bahan-bahan yang berasal dari jaringan jasad hidup. Pelonggokan bahan organik dalam skala besar tergantung kepada pasok bahan organik, lingkungan pelonggokan dan kerusakan/peruraian bahn organik di tempat pelonggokan. Pelonggokan bahan organik ini terjadi di tempat-tempat cekungan seperti laut dangkal, rawa atau danau.
Kelompok endapan organik ini dibagi menjadi kelas-kelas berdasar komposisi kimiawi bahan, yaitu menjadi : a) endapan berkapur, b) endapan bersikilat, dan c) endapan berkarbon.
Endapan organik berkapur mencakup; shell-shand baru, endapan adang coral (corl reef) , selut foraminifera, selut pteropoda dan globigerin, serta batu kapur tua.
Endapan bersikilat meliputi selut diatomae dan selut radiolaria, serta endapan silikat membantu, seperti jasper dan chert.
Endapan berkarbon meliputi batu bara dan gambut (berasal dari sisa-sisa tanaman) dan minyak bumi (berasal dari sisa-sisa hewan purba).
Endapan piroklastik terdiri dari debu-debu vulkanik, yang dapat dikelompokkan berdasar jenis lava atau tekstur jarah debu. Berdasar tekstur jarah debu, maka debu vulkanik ini dibagi menjadi : gelas vulkanik, serpihan lava berhablut dan pecahan hablur.
Endapan sisa terdiri dari bahan yang tertinggal di tempat itu sebagai hasil pelapukan batuan, dan biasanya membentuk lapisan permukaan yang tipis, yang menutupi batuan induk tidak-terlapuk sebagian di sebelah bawahnya. Contoh endapan ini adalah tanah.
c.2. Klasifikasi Berdasarkan Mode Pembentukan
Berdasar mode pembentukannya, batuan endapan dpat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: a) batuan endapan klasik, yaitu endapan yang terbentuk dari bahan-bahan yang terangkut aliran air atau angin, b) batuan endapan kimiawi, yaitu endapan hasil presipitasi senyawa-senyawa terlarut dalam suatu cairan.
a. Batuan endapan klastik
Batuan ini dicirikan oleh pelikan-pelikan yang dikandungnya. Batuan ini dibagi menjadi dua kelas, yaitu: 1) sisa tidak larut dari pelapukan batuan, 2) pelikan tahan lapuk jabaran dari batuan yang ada di tempat itu.
b. Batuan endapan kimiawi
Batuan endapan kimiawi dapat di bagi berdasarkan komposisi kimiawinya. Oleh karena endapan kalsium karbonat banyak dijumpai pada berbagai batuan dan dikenal sebagai bahan induk penting tipe-tipe tanah, maka ulasan ini akan lebih banyak menyinggung bahn tersebut. Biang-biang orgnaik seringkali aktif dalam pengendapan kalsium karbonat walau endapan kimiawi murni dapat terjadi jika kandungan CO2 air laut berkurang, yang menyebabkan pengurangan kelarutan kalsium karbonat (Poerwowidodo, 1991).
3. Batuan Metamorf
Adanya perbedaan lingkup temperatur, batuan-batuan beku dan endapan akan mengalami perubahan untuk mencapai kesetimbangan baru pada lingkup temperatur yang ada. Jika proses pelapukan batuan di permukaan bumi tidak disertakan, selang temperatur itu dapat dibagi menjadi : a) daerah temperatur rendah dari transformasi diagenetik (diagenesis), b) daerah temperatur pengendapan, dan c) daerah temperatur tinggi dari transformasi metamorfik (metamorfisma).
Batuan alihan atau metamorfisma merupakan proses perubahan-perubahan mineralogis dan bangun batuan dalam bentuk padat sebagai tanggapan terhadap keadaan fisis dan kimiawi, yang berbeda dari keadaan waktu batuan itu terbentuk.
Berdasar pada pendekatan geologis, metamorfisma ini dibagi menjadi dua tipe, yaitu : 1) memorfisma singgung, dan 2) metamorfisma kataklastik.
Metamorfisma singgung merupakan metamorfisma panas statis setempat yang menghasilkan suatu aureole dari batuan metamorfik mengitari siatu tubuh intrusif. Metamorfisma singgung ini dirangsang oleh tekanan dan temperatur sangat tinggi, dan larutan sangat kuat yang mampu menerobos batuan, seperti kasus suntikan magma ke dalam suatu batuan.
Metamorfisma kataklastik terbatas pengaruhnya pada mintakat yang berdekatan. Perepihan mekanis dan pergeseran menyebabkan sejumlah perubahan pada fabrik batuan. Contoh batuan ini adalah : bresika, milonit, dan pseudotakilit. Batuan ini jelas memperlihatkan pengurangan ukuran butiran akibat gesekan. Batuan pseudotakilit yang mengalami geseran intensif akan tmpak seperti gelas basaltik hitam (takilit). Selama perubahan ini tidak ada panas (tidak cukup panas) yang dipasokan ke batuan, sehingga tidak terjadi reaksi antarpelikan.
Akhir dari metamorfisma akan tercapai jika temperatur menjadi cukup tinggi (antara 600 dan 9000 C) untuk mencairkan batuan alihan dan membentuk cairan magma, dan bila mengalami pendinginan, akan menjadi batuan beku menjadi endapan dan menjadi batuan alihan dan kembali lagi menjadi batuan beku (Poerwowidodo, 1991).
A. Proses pembentukan
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses metamorfosa pada batuan yang telah ada sebelumnya sehingga mengalami perubahan komposisi mineral, struktur, dan tekstur tanpa mengubah komposisi kimia dan tanpa melalui fase cair. Proses ini merupakan proses isokimia (tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan), yang disebabkan oleh perubahan suhu, tekanan dan fluida, atau variasi dari ketiga faktor tersebut.
Secara umum terdapat tiga macam tipe metamorfosa, yaitu:
1. Metamorfosa termal, yang disebabkan oleh adanya kenaikan suhu akibat terobosan magma atau lava. Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi antara mineral dan larutan magmatik serta penggantian dan penambahan mineral.
2. Metamorfosa regional, terjadi pada daerah yang luas akibat pembentukan pegunungan. Perubahan terutama disebabkan dominan oleh tekanan.
3. Metamorfosa dinamik, yang terjadi pada daerah yang mengalami dislokasi atau deformasi intensif akibat patahan. Proses yang terjadi adalah perubahan mekanis pada batuan, tidak terjadi rekristalisasi kecuali pada tingkat lonitik.
Mineral yang umum dijumpai pada batuan metamorf adalah kuarsa, garnet, kalsit, feldspar, mika, dan amfibol.
B. Karakteristik
B.1. Sifat fisik
Pengamatan fisik pada batuan metamorf meliputi pengamatan warna batuan. Warna batuan dapat mencerminkan ukuran butiran. Warna yang gelap cenderung mempunyai ukuran butiran yang halus yang tersusun oleh mineralmineral mika yang berukuran halus. Warna yang terang biasanya tersusun oleh kuarsa atau karbonat.
B.2. Tekstur
Pengamatan tekstur pada batuan metamorf relatif hampir sama dengan pada batuan beku, karena sama-sama terdiri atas kristal. Macam-macam pengamatan tekstur pada batuan metamorf adalah sebagai berikut:
1. Tektstur berdasarkan bentuk individu kristal: idioblast (jika mineral penyusunnya dominan berbentuk euhedra), hypidioblast (jika mineral penyusunnya berbentuk anhedra).
2. Berdasarkan bentuk mineral, tekstur batuan metamorf dapat dibagi menjadi: lepidoblastik (terdiri dari mineral berbentuk tabular seperti mika), nematoblastik (terdiri dari mineral berbentuk prismatik, seperti hornblende/ amfibol), granoblastik (terdiri dari mineral yang berbentuk granular, anhedra, dengan batas-batas suture), dan porfiroblastik (terdiri dari mineral-mineral yang berukuran tidak seragam, beberapa mineral ditemukan berukuran lebih besar daripada yang lain).
B.3. Struktur
Struktur pada batuan metamorf lebih penting daripada tekstur, karena merupakan dasar dari penamaan batuan metamorf. Struktur ini dapat dibagi mennjadi dua, yaitu struktur foliasi dan struktur non-foliasi.
a. Struktur foliasi adalah struktur paralel yang disebabkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusunnya. Umumnya tersusun oleh mineral-mineral pipih dan/atau prismatik, seperti mika, horblende atau piroksen. Struktur foliasi dapat dibedakan menjadi slaty cleavage (adanya bidang-bidang belah yang sangat rapat, teratur dan sejajar; batuannya disebut slate/batusabak), phyllitic (hampir sama dengan slaty cleavage, tetapi tingkatannya lebih tinggi daripada batu sabak, sudah terlihat adanya pemisahan mineral pipih dan dan mineral granular; batuannya disebut filit), schistosic (adanya penjajaran mineral-mineral pipih yang menerus dan tidak terputus oleh mineral granular; batuannya disebut sekis), dan gneissic (adanya penjajaran mineral-mineral granular yang berselingan dengan mineral-mineral prismatik, mineral pipih memiliki orientasi tidak menerus; batuannya disebutgneis).
b. Struktur non-foliasi dicirikan oleh tidak adanya penjajaran mineral pipih atau prismatik. Struktur ini terdiri atas hornfelsic (dibentuk oleh metamorfosa termal, dimana butiran mineralnya berukuran relatif seragam; batuannya disebut hornfels [tersusun oleh polimineralik], kuarsit [tersusun dominan oleh kuarsa], dan marmer [tersusun oleh kalsit]), cataclastic (terbentuk karena metamorfosa kataklastik, misalnya akibat patahan; nama batuannya adalah kataklasit), mylonitic (mirip dengan kataklastik, tetapi mineral penyusunnya berukuran halus dan dapat dibelah seperti skis; nama batuannya disebut milonit), dan pyllonitic (struktur ini mirip dengan milonitik, tetapi sudah mengalami rekristalisasi sehingga menunjukkan kilap sutera; nama batuannya disebut gllonit).
B.4. Komposisi
Komposisi mineral pada batuan metamorf hampir sama dengan pada batuan beku atau sedimen non-klastik. Perbedaannya jenis mineralnya lebih kompleks karena merupakan hasil rekristalisasi dari mineral-mineral pada batuan asalnya. Komposisi mineral pada batuan metamorf berfoliasi biasanya polimineralik, sedangkan pada non-foliasi biasanya monomineralik, kecuali hornfels.
7.2 Pelapukan dan alterasi pada batuan
Proses pelapukan dan alterasi menyebabkan terubahnya batuan asal menjadi material lain yang sifat fisiknya menjadi lebih lemah. Proses ini dapat mempermudah atau mempercepat terurainya ikatan kimia mineral pada batuan. Proses pelapukan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pelapukan mekanik yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir.
2. Pelapukan kimia, yang menyebabkan mineral pada batuan mengalami dekomposisi. Proses alterasi sedikit berbeda dengan pelapukan. Pada alterasi, proses kimia lebih berperan dibandingkan proses fisika dan di sini terjadi peningkatan suhu yang signifikan untuk mempercepat proses alterasi. Namun demikian, baik proses pelapukan maupun proses alterasi keduanya akan mempercepat proses pembentukan tanah (Buchman, 1969).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tubuh tanah yang ditemui saat ini berasal dari suatu bahan induk tanah setelah bahan itu melalui serangkaian proses pembentukan tanah. Bahan induk tanah merupakan suatu bahan berasal dari batuan, yang terbentuk setelah melalui serangkaian pelapukan fisis-kimiawi.
2. Batuan dikelompokkan berdasarkan asal pembentukannya menjadi tiga divisi, yaitu : 1) batuan beku, yang berasal dari pemadatan magma, 2) batuan endapan, yang berasal dari konsolidasi endapan-endapan yang terangkut air atau angin, dan 3) batuan alihan, yang berasal dari proses-proses perubahan bentuk lebih lanjut dari batuan beku atau endapan.
DAFTAR PUSTAKA
Buchman. 1969. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta
Hardjowigeno. 2010. Ilmu Tanah. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.
Poerwowidodo. 1991. Ganesa Tanah Batuan Pembentuk Tanah Jilid I. CV Rajawali. Jakarta.