MENDESKRIPSIKAN SISTEM KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT NIAS
NAMA : LOVEMAN LAROSA
KELAS : XII IPA-2
Guru Pelajaran
: Ibu Veronika Zai, S,Ag
Laporan
Sistem
Kepemimpinan Dalam Masyarakat Nias
1.
Bagaimana
struktur kepemimpinan pada zaman dulu ?
2.
Apakah ada utang
atau sesuatu yang mereka bayar bila terpilih jadi seorang pemimpin ?
3.
Bagaimana cara
memilih para pemimpin ?
4.
Tugas salawa itu
biasanya apa ?
5.
Mengapa harus
laki-laki yang harus jadi penerus kepemimpinan ?
6.
Apakah boleh,
bila orang lain yang jadi pemimpin atau salawa ?
MENDESKRIPSIKAN
SISTEM KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT NIAS
Kepemimpinan tertinggi di pulau NIAS
yaitu demak (Bupati).Demak dipilih melalui saran dari bangsa belanda aetenar
yang pada saat itu mereka menganggap bahwa orang yang akan dipilih telah
memiliki pengetahuan pengalaman dan orang itu juga merupakan keturunan
bangsawan.
Kepemimpinan yang
kedua yaitu asisten demak (camat). Camat dipilih oleh demak (bupati), karena
perintah atau pemerintahan sepenuhnya ditangan demak (bupati) itu sebabnya dia
yang harus memilih camat (asisten demak sendiri).
Yang ketiga yaitu
TUHENORI ( kepala negeri)Tuhenori adalah suatu jabatan yang ditetapkan untuk
memimpin satu wilayah ori.Tuhenori dipilih oleh beberapa salawa atau kepala
desa. Tuhenori dipilih oleh beberapa salawa atau beberapa desa. Tuhenori telah dihapuskan kira-kira tahun 1965.Selain
Tuhenori ada yang disebut dubala Nori. Dubala nori dipilih oleh Tuhenori itu
sendiri. Dubala nori bertugas sebagai zangombakha hadia mano zalua khora salawa.Baru,
salawa meneruskan pada wakilnya.
Kepemimpinan ke empat
yaitu SALAWA pada tahun 1940 salawa ditukar menjadi kepala kampong kemudian,
pada tahun 50-an diubah menjadi kepala desa yang hingga sekarang nama itu yang
digunakan. Tugas salawa yaitu memerintahkan dan mengurus segala keperluan desa.
Salawa terbagi atas 2 yaitu :
a.salawa sidaotu (kepala dusun)
bertugas sebagai
pemberi pemberitahuan pada kepala keluarga yang dipimpinnya sebanyak
100 kepala keluarga
b. salawa silimawulu (RT/RW)
Memimpin 50 kepala
keluarga, bertugas sebagai pemberi pemberitahuan yang memilih salawa sidaotu
dan salawa silimawulu yaitu salawa. Selain salawa ada juga yang disebut Dubala
Salawa yang dipilih oleh salawa itu sendiri. Bertugas sebagai, wa me’e wehede
baniha naso gangowuloa, owasa, ma halowo nifalua ba mbanua da’o.
Dalam empat
kepemimpinan tersebut ada pula yang disebut dengan Duru Tuli (sekretaris). Yang
memilihnya yaitu pemimpin itu sendiri. Bertugas sebagai sanura-nura hadia ia
zoguna ba mbanua, ba bawamareta.
Pada saat semua
terlaksana maka dilaksanakan ‘’LATARUO GOWE” . Yang melaksanakan hal tersebut
hanya Tuhenori dan salawa. Pada saat lataru’o gowe, Tuhenori ifaoli sifao
bagahenia yaia da’o “sanuhe”. Oleh sebab itu sebelum ia melaksanakan manaruo
gowe ia memelihara bawi kurang lebih 40 ekor babi. Pada saat manaru’o gowe so
sinangea ibua magomonia yaia dao :
1.
Ibua gomo yaia
dao sageu sageu mbawi ibe’e khe salawa solo’o yaia faebua mbawi da’o sajilo (6
alisi)
2.
Ibua gomo yaia
da’o 20 firo ero sambua salawa
3.
Ibua gomo yaia
da’o ana’a fangalinia yaia da’o 20 firo
4.
Ibua gomo ba nori
tetangga sajilo mbawi 20 firo
Pada saat Lataruo Gowe Tuhenori
sosinangea ioguna’o ma ifake yaia da’o, bala haga moroi ba ana’a, nukha ana’a.
Fo’omo nia goi ifake bala hogo, zaru dalinga, ba gaule mbagi.
Fo’omo
salawa goi yaia da’o :
1.
Ibua gomo khora
salawa silima wulu ba kho salawa sidaotu yaia da’o 4 alisi mbawi ba lo rofia
wiro.
2.
Ibe wangombakha
kho Tuhenori 4 alisi mbawi 10 rofia wiro
Pemilihan para pemimpin dulunya turut-
menurut dari keturunan bangsawan. Meskipun pemilihan salawa dari yang lain maka
orang yang akan dipilih harus memiliki kaitan/hubungan darah/ bersaudara dengan
salawa yang telah terpilih. Pemimpinnya juga harus laki-laki, karena perempuan
dulunya hanya boli gana’a maksudnya istri orang.
Ada dua versi “sanuhe”
:
a.
Sanuhe yang
meneruskan dari orangtua (“samatohu”).
b.
Yang baru disusun
anggota peserta mulai dari 1 – 12 orang, yaitu :
1.
Tuhe (Sanuhe)
berfungsi sebagai pucuk pimpinan (Sanaru’o banua)
2.
Tambalina :
berfungsi sebagai juru bicara dan sebagai wakil pimpinan
(sondako/samaduhu’o/samalua angetula)
3.
Fahandrona :
berfungsi sebagai mengatur perkampungan dan jejeran rumah-rumah (sanuturu naha
nomo)
4.
Siidaofa :
berfungsi sebagai yang mengatur tepian dan pemandian umum (sanuturu lala ba
hele)
5.
Sidalima :
berfungsi sebagai yang menghimpun dan mengatur pembuatan perhiasan-perhiasan
emas, perak dll (so’aya dugawa fondani)
6.
Sidaono :
berfungsi sebagai yang mengatur dan menghunjuk lokasi pertanian (sanuturu
anga’iso, anga’iwa)
7.
Sidafitu : berfungsi
sebagai pimpinan perburuan dan nelayan, mengadalan bahan-bahan untuk itu,
menentukan lokasi, memulai dan menyelesaikan (Fu/foe)
8.
Sidawalu :
berfungsi sebagai wakil pimpinan perburuan dan nelayan (hogu)
9.
Sidasiwa :
berfungsi sebagai pembuat dan pengatur pembuatan segala alat-alat pertanian,
pertukangan kayu, batu dan besi serta alat-alat senjata (uwu ziambu)
10. Sidafulu : berfungsi sebagai pelatih pemuda (fotuwuso)
pada segala pengetahuan sebagai prajurit desa dan pengawal desa (sangeri
fatuwuso)
11. Sifelezara : berfungsi sebagai panglima perang
(balozanuwo)
12. Sifelendrua : berfungsi sebagai wakil panglima perang
(tambalina mbalozanuwo)
Kesimpulan
Jadi, struktur kepemimpinan dahulu
dimulai dari demak, asistendemak,
tuhenori, salawa, dan dulu tuli. Dan pemilihan
para pemimpin harus berasal dari para bangsawan dan harus laki-laki dikarenakan
wanita hanya sebagai menantu artinya dia tinggal
pada suaminya.
SISTEM KEPEMIMPINAN SUKU NIAS
Pemerintahan asli suku Nias
adalah bentuk pemerintahan adat yang terdiri dari dua tingkatan yaitu:
1.Banua yang dipimpin oleh Salawa (istilah Nias bagian Utara) atau
Si’ulu (istilah Nias bagian Selatan).
2.Õri yaitu merupakan perluasan dari banua yang dipimpin oleh Tuhenõri
atau Si’ulu.
Dalam setiap kesatuan masyarakat
hukum, baik tingkat banua maupun tingkat Õri terdapat satu badan Pemerintahan
adat (eksekutif) dengan susunan sebagai berikut:
a. Sanuhe merupakan pemimpin
didalam lingkungan adat dan berkewajiban mengadakan pesta yang disebut Fanaru’ö Banua atau mendirikan kampung.
Istilah adatnya yakni solobö hili-hili danö atau sanekhe hili-hili danö
maksudnya yakni yang menyusun lembaga baru di desa sedangkan Nias bagian
selatan Sanuhe disebut sebagai Si’ulu. Proses perolehan gelar Sanuhe jika
seseorang sudah menduduki Bosi kesembilan atau bosi kesepuluh dan telah
beberapa kali melaksanakan pesta adat. Adapun tugas Sanuhe yakni sebagai:
1. Sebagai fulitö li atau tempat bertanya dan mempertanyakan segala
sesuatu;
2. Sebagai sangila huku atau yang mengerti akan hukum serta dapat
memutuskan hukuman warga sesuai kesalahan yang diperbuat;
3. Sebagai orangtua yang tahu tentang Fondrakö;
4. Sebagai orangtua yang dapat membela warganya dari tekanan luar
desanya dari segala hal.
b. Tambalina merupakan orang
kedua setelah Sanuhe. Tugasnya yakni membantu Sanuhe dalam melaksanakan
tugasnya Istilah tambalina sering
disebut solohe ba ngai danö, artinya yang menggariskan dan menjalankan segala
peraturan dan nilai adat yang disesuaikan dalam hukum fondrakö. Adapun tugas
tambalina yakni:
1. Mewakili sanuhe apabila berhalangan
2. Membantu sanuhe dalam menegakkan hukum fondrakö
3. Membantu sanuhe dalam memutuskan hukuman
4. Membantu sanuhe dalam mengadakan hubungan dengan desa lain
c. Fahandrona, Fahandrona dalam istilah Nias
disebut sangehaogö lala ba hele artinya yang membuat atau membersihkan jalan ke
permandian/sumur/pancuran. Adapun tugasnya yakni:
Membantu tambalina dalam
memberikan petunjuk kepada seluruh warga untuk dapat mematuhi semua garis hukum
adat sesuai dengan fondrakö
Membantu tambalina untuk
memberikan dorongan kepada selutruh warga desa adat dalam mencari nafkah
Membantu tambalina dalam
menggerakan masyarakat membangun desa dan bergotongroyong
Menerima dan melayani segala
keluhan warga utuk disampaikan kepada sanuhe agar mendapat keringanan atau
pertimbangan.
d. Si Daöfa dalam istilah Nias disebut sanuturu
lala ba nidanö artinya yang menunjuk jalan ke permandian/pancuran/sumur atau
yang menunjuk jalan untuk mendapat kebaikan. Adapun tugasnya yakni:
1. Membantu pemimpin lainnya
dalam melaksanakan kebersihan desa.
2. Membantu warga untuk mengatur
pengukuran dan letak perumahan warga desa, serta mengatur bentuk rumah.
3. Membantu melaksanakan
penguburan warga desa yang telah meninggal, letak dan tempatnya, serta
melaksanakan apa yang perlu untuk penguburan dan segala pengorbanan lainnya.
4. Membantu fahandrona dalam
menunjukan tempat bertani dan berternak warga desa.
5. Membantu menegakkan hukum adat
dan hukuman bagi seluruh warga yang melanggar peraturan dalam desa.
Keempat pilar ini secara simbolis
biasanya diwujudkan pada keempat tiang utama dalam rumah adat Nias. Dewan
pimpinan dalam bahasa Nias di kenal dengan istilah Site’oli. Baik ditingkat
banua maupun ditingkat Öri semua Site’oli (Dewan Pimpinan) disebut Salawa. Yang
berkedudukan dan berfungsi di banua disebut Salawa Mbanua dan yang berkedudukan
di tingkat Öri disebut Salawa Nöri. Masyarakat umum dewasa ini mengenal istilah
Sanuhe (yang kini disebut Ketua) untuk tingkat banua yang lazim disebut Salawa
dan ditingkat Öri disebut Tuhenöri. Pemerintahan adat suku Nias juga mengenal
adanya lembaga legislatif yang di sebut FONDRAKÕ, yaitu suatu badan musyawarah
dari tokoh– tokoh adat untuk menetapkan hukum tentang berbagai bidang kehidupan
dalam suatu kelompok masyarakat (dapat berupa kelompok marga) dalam suatu
wilayah tertentu dengan sangsi-sangsinya yang yuridis dan sakral yang sangat
keras.
Tugas empat orang ini juga
mengunjungi seluruh warga setiap hari, melihat apakah warga sudah turun berladang,
apakah sudah berternak apakah sudah bangun dari tidurnya atau diantara mereka
sakit, dan sebagainya. Keempat orang ini disebut Si’ao ba mbawa duwu tuwu
artinya yang berteriak diatas tingkap untuk mendorong warga untuk bekerja dan
lain-lain.
e. Si Dalima dalam istilah Nias
yakni soaya tugawa fondrani artinya pandai emas. Adapun tugasnya yakni: selain menempa
perhiasan warga desa dan perhiasan keempat pemimpin dan istri keempat pemimpin di atas juga membantu dengan
cara lainnya untuk mendukung segala pembangunan dalam desa, membantu tambalina
dalam menegakkan adat, membantu fahandrona dalam membersihkan jalan serta turut
membersihkan jalan serta turut bergotong royong, mambantu sidaöfa dalam
mendorong warga untuk bertani, menjaga kesehatan, serta mengukur dan mengatur
letak perumahan warga.
f. Si Daönö adalah orang keenam
yang bekerja untuk membantu warga desa mengenai; membantu warga untuk
menunjukkan segala kebutuhan hidup warga desa dalam bertani yang baik dan
berternak dan membantu warga untuk penentuan waktu turun berladang, ia disebut
samataro wangahalö ba danö atau sanuturu tanö anga’iwa.
g. Si Dafitu yang ketujuh,
tugasnya yakni:membantu sinuhe sampai sidaönö untuk menemukan tempat perburuan
binatang hutan yang disebut sanuturu naha mbolokha, orang ini biasanya disebut
Fu, membantu para warga untuk melaksanakan gotongroyong, membantu warga untuk
mencari dan menunjukan letak perladangan
yang baik dan tanaman apa yang perlu ditanam di daerah itu, mendorong
warga untuk kebersihan lingkungan dan kesehatan dan membantu warga untuk
mendorong mendirikan rumahnya dan menunjukan dimana kayu yang bagus agar dapat
dipergunakan.
h. Si dawalu juga disebut hogu
artinya pangkal atau puncak/ujung. Tugasya yakni membantu Sinuhe sampai ke si dafitu untuk mencari dimana
tempat menunggu ikan di sungai, istilahnya di sebut fafuasa atau berburu ikan,
udang dan belut di sungai, istilah lainnya disebut manakhe.
i. Si Dasiwa mempunyai tugas
sebagai penempa peralatan dari besi yang dibuat menjadi alat-alat pertanian,
seperti cangkul, parang, kapak serta peralatan senjata misalnya tombak, keris,
menempa baju besi dan perisai yang disebut dange dan tetenaulu. Biasanya orang
ini disebut si ambu atau pandai besi.
j. Si Dafulu disebut samatötö
artinya yang bisa menerobos atau sebagai mata-mata dari pada sanuhe, tambalina,
fahandrona dan sidaöfa. Adapun tugasnya yakni: sebagai mata-mata dan penerobos
segala sesuatu yang terjadi, untuk mencari kebenaran dan menangkap pelaku yang
lari atau pembangkang. Si dafulu juga bertugas sebagai samaeri fatuwusö artinya
yang mendidik dan melatih pemuda-pemuda untuk segala kepandaian berperang, bela
diri, berjiwa berani, gagah dan tangguh sebagai pembela warga desa serta
sebagai pasukan perang dan membantu mendorong pemuda unuk berjiwa gotongroyong
membangun desa dan membela kebenaran.
k. Si Felezara, orang yang berada
di tingkat ini mempunyai tugas yang sangat penting membantu sanuhe, tambalina
sampai ke sidaöfa. Si felezara sering juga disebut bohalima atau balözanuwö
yang selalu memakai alat perang sehingga disebut soaya dange. Adapun tugasnya
yakni: membantu si dafulu dalam ketertiban desa dan keamanan, membantu si
dafulu dalam menyusun bala pasukan atau prajurit desa, membantu menjadi
mata-mata dan membantu memilih para fatuwusö yang baik dan berani.
l. Si Felendrua, orang-orang yang
berada pada tingkat ini adalah seluruh warga masyarakat yang disebut istilahnya
ono wobarahao. Seluruh warga harus tunduk kepada pimpinan dan mematuhi segala
hokum yang berlaku sesuai yang telah digariskan dalam hukum adat fondrakö yang
melanggar akan dihukum. Tugas mereka secara merata adalah mencari nafkah dan
berperang bila ada yang menyerang, dibawah pimpinan bohalima dan para fatuwusuö
yang gagah dan berani.
Susunan kepengurusan adat
tersebut sangat membantu warga terhadap adanya penyelesaian sengketa tanah yang
terjadi pada masyarakat Nias, karena semuanya mempunyai peran dan tugas
mengupayakan adanya perdamaian secara kekeluargaan atau adat dan berusaha untuk
tidak melibatkan pihak pengadilan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi.
Sumber :
http://dominiriahulu.wordpress.com/2010/03/15/lembaga-adat-nias/